LATAR BELAKANG YANG MEMPENGARUHI SISTEM PENDIDIKAN
Makalah Komparasi Kebijakan Pendidikan
Dosen:
Dr. H. Syamsul Bahri Tanrere, Lc, M.Ed.
Disusun oleh:
ASEP SUPRIATNA
PROGRAM STUDI MAGISTER AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PTIQ JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan suatu hal yang sangat esensial dalam proses pemanusiaan
dalam masyarakat yang berbudaya. Dalam era globalisasi dewasa ini terjadi
perubahan yang dahsyat dalam kehidupan masyarakat. Kita tidak dapat
menghindarkan diri dari tsunami globalisasi yang telah memasuki setiap jengkal
kehidupan manusia modern. Di dalam era globalisasi ini terjadi
loncatan-loncatan atau transformasi nilai-nilai kehidupan dan oleh sebab itu
juga terjadi perubahan dalam proses pemanusiaan atau pendidikan. Pendidikan
tidak terlepas dari perubahan tersebut. Kehidupan politik, sosial-ekonomi,
mengalami perubahan-perubahan yang besar yang belum pernah dialami dalam
sejarah umat manusia. Kita lihat saja hancurnya negara-negara seperti Uni
Soviet, Yugoslavia, yang telah melahirkan negara-bangsa yang baru sebagai hasil
dari dunia terbuka atau dunia tanpa batas (borderless word) yang
disertai dengan maraknya demokrasi dan HAM.
Dalam kehidupan
ekonomi kita mengalami pasar terbuka yang kini dikuasai oleh multinational
corporation (MNC). Abad ke-21 kita nantikan lahirnya kekuatan baru
dari dunia ketiga menjadi negara super power, yaitu Cina dan India. Dalam
bidang politik umat manusia memasuki pergaulan internasional yang serba terbuka
yang telah melahirkan budaya serba “world” seperti bahasa
inggris yang menjadi bahasa dunia, pasar yang dikuasai oleh produk-produk
industri Barat yang dikendalikan oleh multinational corporation, dunia
pendidikan berlomba-lomba menjadi “world class university”. Semua
perubahan global tersebut tentunya mempengaruhi pendidikan.[1]
Manusia
membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui peoses pembelajaran
dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 5 ayat
(1) Menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu dan ayat (3) menengaskan bahwa setiap warga
negara berhak memdapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.[2]
Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib memberikan pendidikan yang bermutu,
peningkatan pendidikan kepada warga negara.
Karena pendidikan merupakan sebuah cermin masa depan bangsa dimasa yang akan
datang. Selain itu, pendidikan juga merupakan sebuah pondasi yang vital bagi
kepribadian dan kualitas sumber daya manusia.
Di Indonesia
dewasa ini dirasakan kemerosotan rasa nasionalisme oleh kekuatan-kekuatan
global dewasa ini. Lunturnya nasionalisme disebabkan karena : 1) Globalisasi
yang mengembangkan demokrasi serta hak-hak asasi manusia telah berbentuk
menjadi etnosentrisme yang sempit bahkan melahirkan sentimen yang mementingkan
golongan. 2) Euforia kebebasan yang memicu disintegrasi bangsa. 3) Orang lebih
memilih mengonsumsi produk dan jasa dari luar negeri. 4) Mempercayakan
pengelolaan sumber daya ekonomi pada modal asing.[3]
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah peran serta Negara dalam membentuk sistem Pendidikan?
2. Bagaimanakah
Implikasi Globalisasi dan Internasionalisasi terhadap sistem pendidikan Pendidikan?
3.
Faktor-Faktor apa saja yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sistem Pendidikan
Istilah sistem berasal
dari bahasa Latin “systema” yang berarti sehimpunan bagian atau komponen
yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatukeseluruhan.[4]
Pengertian lain dari sistem adalah keseluruhanyang terdiri dari
komponen-komponen (unsur-unsur) yang masing-masing mempu-nyai fungsi
sendiri-sendiri dan satu sama lain saling berhubungan dan
bergantungan(interdependensi) sehingga membentuk kesatuan yang terpadu.
Dalam pengertian umum sistem pendidikan adalah
jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerjasama untuk mencapai
hasil yang diharapakan berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap
sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-bagiannya
adalah diarahkan untuk tercapainya tujuan terebut. Karena itu, proses
pendidikan merupakan sebuah sistem, yang disebut sebagai sistem pendidikan.[5]
Menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap sistem mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1)
Tujuan
2)
Fungsi-fungsi
3)
Komponen-komponen
4)
Interaksi atau salimg berhubungan
5)
Penggabungan yang menimbulkan jalinan perpaduan
6)
Proses transformasi
7)
Umpan balik untuk koreksi
8)
Daerah batasan dan lingkungan.[6]
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unsur pokok yaitu unsur
masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha. Dengan sistilah
lain dapat di katakan bahwa sistem pendidikan merupakan perangkat sarana yang
terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan satu sdam lain dalam rangka
melaksanakan proses pembudayaan masyarakat yang menumbuhkan nilai-nilai yang
sama dengan cita-cita yang di perjuangkan oleh masyarakat itu sendiri.[7]
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan pula bahwa “pendidikan merupakan suatu
sistem yang mempunyai unsur-unsur yujuan/sasaran
pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang, kurikulum
dan peralatan/fasilitas.[8]
B.
Relasi
Antara Negara dan Pendidikan (Warga Negara)
Ada tiga aspek penting yang perlu mendapat sorotan dalam sistem
pendidikan suatu negara. Pertama adalah negara, yang menempati posisi sebagai
regulator dalam kehidupan berbangsa. Kedua adalah warga, yang menempati posisi
sebagai pendukung sustainabilitas pembangunan bangsa. Dengan berbagai
karakteristik, kapabilitas dan kepentingan (intest) yang dimiliki, warga
negara menjadi modal dasar dalam pembangunan bangsa. Ketiga adalah pendidikan
itu sendiri sebagai instrumen pembangunan bagi suatu bangsa untuk membangun
kehidupan yang lebih baik yang berbudaya dan beradab.
Menurut paulo freire, seorang ahi pendidikan berkebangsaan brazil
menyebutkan “Pendidikan pada dasarnya selalu bersinggungan dengan kekuasaan”
dalam hal ini kekuasaan bisa dipahami sebagai salah satu aspek kehidupan
masyarakat yang berkaitan dengan persaingan antar kelompok dalam memperebutkan
pengaruh baik diluar maupun didalam kawasan pendidikan itu sendiri, serta bisa
dimengerti sebagai kekuasaan negara yang wilayah jangkauannya mencakup banyak
bidang termasuk kekuasaan negara dalam pendidikan.[9]
Dalam hal ini, keterpautan antara pendidikan dengan kekuasaan
negara dapat dilihat sebagaimana keterpautan antara lembaga-lembaga pendidikan
dimasyarakat dengan penyelenggaraan negara. Yaitu lembaga-lembaga pndidikan
yang dalam wujud konkritnya berupa sekolah, aneka lembaga kursus, taman
bermain, pondok pesantren, organsasi kepemudaan dan keluarga. Akan tetap dari
semua lembaga pendidikan yang ada, lembaga-lembaga pendidikan formal lah yang
paling nyata terlihat banyak bersinggungan dengan kekuasaan negara, yaitu
sekolah dan universitas.
Menurut banyak ahli, pendidikan khususnya jenis pendidikan formal
dalam sejarah selalu berhubungan dengan kekuasaan negara. Hubungan dan
persinggungan tersebut tampaknya berlangsung terus dan akan tetap terus
barlangsung, meskipun keduanya mengalami pergeseran masing-masing seiring
dengaan perubahan dan tuntutan jaman. Pada satu sisi, penyelenggaraan
pendidikan akan mengalami pergeseran dalam beberapa unsur didalamnya, pada sisi
yang lain, sistem penyelenggaraan negar juga mengalami perubahan dalam setiap
periode waktu.
Perubahan penyelenggaraan pendidikan ini antara lain menyangkut
menejemen pendidikan, missalnya dari centralized management menjadi dezenralizen
management, dari state based school development menjadi comunitu based scool
development, dan lain lain. Sedangkan perubahan sistem penyelenggaraan negara
misalnya dari sistem monarki berubah menjadi aristokrasi, meritokrasi,oligarki,
atau demokrasi.
Meskipun keduanya mengalami perubahan dalam periode sejarah
tertentu sebagaimana disebut, namun keduanya selalu mengalami persinggungan
yang bersifat sinergis dan saling menguntungkan maupun bentuk persinggungan
yang bersifat eksplitatif.
Persinggungan antara keduanya tersebut menurut Edward Steven dan
George H Wood sebernarnya bersumber dari adanya “system of beliefs”
yang sama.[10]
Dengan “system of beliefs” ini suatu cita-cita yang ideal masyarakat dan
pendidikan hendak dibangun. Daam pengertian sederhana “system of
beliefs” ini disebut dengan ideologi. Andi Makkulua juga menambahkan
bahwa pelaksaan pendidikan selalu ditentukan oleh corak idiologi suatu negara.[11]
Oleh karena kekuasaan negara yang sangat bagitu besar mencakup
segenap kehidupan masyarakatnya, maka tidak bisa dipungkiri bahwa negara juga
mengatur kehidupan pendidikan. Negara emilik kepentingan terhadapanya,
sebaliknya dunia pendidikan (khususnya para praktisi) juga menaruh harapan
besar atas perthatian negara terhadapnya. Bila hal ini berjalan normal, maka
keterkaitan antara pendidikan dan negara bisa berlangsung sacara
simbiosis-mutualisme.
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk
mengurus dan mengatur segala aspek yang berkaitan dengan pendidikan yang diterapkan, negara wajib mengupayakan
agar pendidikan dapat diperoleh warganegara secara mudah. Oleh karena itu
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ
وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ
دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ
حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ
النَّاسِ
“Siapa yang diserahi oleh allah mengatur kepentingan kaum muslimin,
yang kemdian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka allah akan menolak
hajat kepentingan dan kebutuhannya (pada hari qiyamat). Perawi hadits berkata, Maka
kemudian Muawiyah mengangkat seorang untuk melayani segala hajat kebutuhan
orang-orang (rakyat)”. (HR. Abu Dawud dan At tirmidzy)
Dalam kehidupan modern sekarang, eksistensi negara telah menjadi
fakta yang ada di berbagai belahan bumi dengan berbagai macam bentuk kontrak
atau hukum yang mengatur warganya. Setiap orang sejak lahir dan selama
hidupnya, telah membagi dan menyerahkan sebagian hak dan hajatnya di bidang
pendidikan (dan tidak hanya terbatas pada urusan pendidikan) kepada negara. Dan
pada sudut pandang lain, bahwa negara secara an-sich telah menjadi suatu
entitas yang bertanggung jawab dan memegang wewenang untuk menyelenggarakan
pendidikan kepada warganya dan dalam rangka memenuhi hajad wargaya di bidang
pendidikan.
Pada negara maju dan berkembang (termasuk Indonesia), keberadaan
institusi di luar negara seperti paguyuban, organisasi, dan kelompok-kelompok
yang terikat oleh persamaan kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya tumbuh dan
berkembang seiring dengan meningkatnya kesejahteraan dan kecerdasan masyarakat.
Kelompok ini mempunyai sumberdaya manusia yang berkualitas. Perannya sangat
signifikan dalam membantu negara menyelesaikan masalah pembangunan. Dalam
banyak hal kelompok ini menjadi sparing partners pemerintah dalam
pembangunan. Dalam ilmu politik kelompok tersebut dikenal dengan istilah
masyarakat warga, masyarakat sipil, atau masyarakat madani. Lembaga-lembaga
tersebut mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan
ekonomi, sosial dan pendidikan. Mereka membangun fasilitas dan infrastruktur
ekonomi dan budaya dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini melahirkan titik
singgung antara masyarakat sipil dengan negara, dan antara masyarakat sipil
dengan masyarakat sipil lainnya dalam urusan publik.
Hubungan antara pendidikan dan politik negara bukan sekedar
saling mempengaruhi, tetapi juga hubungan fungsional. Artinya,
lembaga-lembaga pendidikan dan proses pendidikan yang berlangsung di
dalamnya, dapat menjadi media sosialisasi politik terutama
membimbing warga negara muda belajar mengambil
peran dan tanggung jawab warga negara (civic responsibility).
Karena darisini kita bisa melihat bahwa hubungan pendidikan dengan kebijakan
negara sangatlah penting, pada hakikatnya juga tidak dapat dipisahkan.
Dalam ungkapan Abernethy dan
Coombe[12]
education and politics are inextricably linked (pendidikan dan politik
terikat tanpa bisa dipisahkan). Hubungan timbal balik antara politik dan
pendidikan dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok (group
attitudes), masalah pengangguran (employment), dan peranan politik
kaum cendikia (the political role of the intelligentsia).
Dalam masyarakat yang lebih
maju dan berorientasi teknologi, dan mengadopsi nilai – nilai dan lembaga
barat, pola hubungan antara pendidikan dan politik berubah dari pola tradisional
ke pola modern. Dibanyak Negara berkembang, dimana pengaruh modernisasi sangat
kuat. Jika politik dipahami sebagai
praktik kekuatan, kekuasan, dan otoritas dalam masyarakat dan pembuatan
keputusan – keputusan otoritatif tentnag alokasi sumber daya dan nilai – nilai
sosial[13],
maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain adalah sebuah bisnis politik.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan
di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal
ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI
tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang
berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya
dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem
pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang
sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan
melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, Sekularisasi
pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan
pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum
melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum
dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat
bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan
dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa
yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap
secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
C.
Implikasi
Globalisasi dan Internasionalisasi Pendidikan
Globalisasi telah memboncengi seluruh rakyat di
belahan bumi mana pun dengan membawa berbagai dampak, baik positif maupun
negatif. Sisi positif dari globalisasi itu berada pada kemajuan teknologi
informatika dan teknologi komunikasi. Dampak negatifnya adalah jika kita hanya
menjadi objek/ pengikut/ peniru suatu arus globalisasi tanpa mampu ‘berbuat dan
bereaksi serta beraksi’’. Oleh karena itu, perlu banyak persiapan terutama
mental guna menghadapi era tersebut. Dalam era tersebut dibutuhkan kemampuan
untuk menjaring dan menyaring segala pengaruh yang masuk dari berbagai
kebudayaan yang lain. Salah satu persiapan konkret adalah menyiapkan sumber
daya yang mumpuni dengan cara perhatian lebih pada bidang pendidikan.
Dalam kaitannya
dengan globalisasi, ada suatu mitos, yaitu “think globally and act”. Orang
harus berpikir dan berwawasan secara global, akan tetapi tidak melupakan
landasan kita yaitu nasionalisme, agama dan norma serta nilai budaya yang ada,
karena itu sebagai identitas bangsa kita. Namun kita juga tidak perlu
meninggalkan masalah lokal karena kita hadapi dan kita rasakan secara langsung sehari-hari.
Untuk kepentingan global kita harus mulai dari masalah lokal. Inilah yang
menurut Steiner (1996) sebagai peran “global teacher” atau guru global,
yaitu kita yang berwawasan global namun bertindak dari lokal sehingga mencapai
yang lebih lokal.[14] Berikutnya menyangkut
pada stakeholder bidang pendidikan, yaitu pemerintah, baik pusat maupun
daerah. Pemerintah sebaiknya meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia dengan
menerapkan sistem kurikulum bertaraf internasional di setiap sekolah negeri
atau swasta. Tujuannya adalah untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) yang handal di masa depan.
Natalia
Soebagjo (2012) mengatakan bahwa saat ini sistem pendidikan di Indonesia
sudah baik. Pemerintah perlu meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia agar
bisa disejajarkan dengan negara maju. Sistem pendidikan tersebut adalah sistem
pendidikan international oriented.[15]
Proses globalisasi merupakan suatu rangkaian proses yang
mengintegrasikan kehidupan global didalam suatu ruang dan waktu melalui
internasionalisasi perdagangan, internasionalisasi pasar dari produksi dan
keuangan, internasionalisasi dari komoditas budaya yang ditopang oleh jaringan
system telekomunikasi global yang semakin canggih dan cepat. Intinya dari
proses globalisasi yaitu terciptanya suatu jaringan kehidupan yang semakin
terintegrasi.
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia merespons
globalisasi secara terbuka melalui Pasal 50 ayat 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang berbunyi: Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional. Berdasar azas legalitas ketentuan UU
Sisdiknas ini, menjamurlah berbagai SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) di
semua kabupaten/kota di Indonesia.
Untuk memenuhi ketentuan UU
Sisdiknas itu, maka sejak tahun 2004 semua Pemkab dan Pemkot berlomba-lomba
menempel label "internasional" pada sekolah-sekolah negeri
"unggulan" yang sudah ada di daerahnya sejak sebelum era reformasi.
Menjamurnya sekolah-sekolah negeri yang dipoles menjadi sekolah bertaraf
internasional (SBI) ini memunculkan paradoks antara kuantitas dan kualitas.
Kuantitas (jumlah) yang banyak tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas yang
memadai.
Oleh sebab itu Ditjen Mandikdasmen
Kemdiknas mengeluarkan tiga prasyarat dasar bagi terpenuhinya sekolah
berpredikat internasional. Ketiga prasyarat dasar itu mengacu pada PP No. 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yaitu
karakteristik keluaran (mempunyai pengakuan internasional yang dibuktikan
dengan hasil Sertifikasi dan Akreditasi, baik dari salah satu negara anggota
OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan), karakteristik program (menerapkan SKS (sistim kredit
semester) dan karakteristik pengelolaan (menjalin hubungan "Sister
School" dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri).
Untuk itu pendidikan sangat penting didalam mewujudkan masyarakat
masa depan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, melalui pendidikan proses
transmisi serta pengembangan ilmu pengetahuan akan terjadi.
Pengaruh globalisasi mempunyai implikasi atau bahkan dampak atas berbagai
Negara atau bangsa, tampaknya didasarkan pada dua asumsi. Pertama,
sekurang-kurangnya sampai taraf tertentu, pelaku atau subjek globalisasi adalah
Negara-negara industri maju. Dengan kata lain, globalisasi sampai taraf
tertentu merupakan kepanjangan tangan (extension) kepentingan Negara industri
maju. Kedua, kekhawatiran, kecemasan, atau bahkan ketakutan akan pengaruh atau
dampak terutama yang bersifat negative dari globalisasi umumnya dirasakan
terutama oleh bangsa-bangsa dalam Negara berkembang, yang lebih merupakan objek
daripada subjek globalisasi. Meskipun demikian, baik karena ketergantungan
Negara berkembang pada Negara-negara maju dalam berbagai bidang, keuangan,
ekonomi, maupun teknologi, ataupun keinginan untuk mengejar kemajuan, sadar atau
tidak, mau atau tidak, Negara-negara berkembang sebenarnya juga mendukung
proses globalisasi itu. Dalam pengertian ini, Negara-negara berkembang juga
merupakan subjek atau pelaku globalisasi walaupun lebih pasif sifatnya.
Dari globalisasi tersebut maka akan berpengaruh, implikasi ataupun
dampaknya, khususnya terhadap Negara-negara berkembang seperti Indonesia,
terutama dalam ranah pendidikan, nilai-nilai moral, sosial, politik budaya dan
kemanusiaan, baik yang bersifat positif maupun negative akan sangat besar efek
yang ditimbulkan. Ini semua merupakan tantangan khususnya bagi generasi muda
sebagai penerus bangsa, bagaimana mengemas globalisasi ini sebaik mungkin
mengambil nilai positifnya dan menghindari sisi negatifnya.
Ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi terhadap
dunia pendidikan, yaitu:
1.
Dampak
Positif globalisasi Pendidikan
a)
Akan
semakin mudahnya akses informasi.
b)
Globalisasi
dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar
internasional dalam bidang pendidikan.
c)
Globalisasi
akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa bersaing dengan Negara-negarara
lain.
d)
Globalisasi
akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing
e)
Adanya
perubahan struktur dan system pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan
2.
Dampak
negative globalisasi dalam pendidikan
Globalisasi pendidikan tidak selamanya membawa dampak positive bagi
dunia pendidikan, melainkan globalisasi memiliki dampak negative yang perlu di
antisipasi, dampaknya antara lain:
a)
Dunia
pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
b)
Dunia
pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak
munculnya“tradisi serba instant”.
c)
Globalisasi
akan melahirkan suatu golongan-golongan di dalam dunia pendidikan.
d)
Akan
semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya dari luar.
Globalisasi dunia pendidikan mampu memaksa liberalisasi berbagai
sektor, mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara
karena mengacu ke Standar Internasional, yang mana bahasa Inggris menjadi
sangat penting sebagai bahasa komunikasi, agar dapat bersaing di era
globalisasi saat ini.
D.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan
Ada beberapa faktor utama yang menimbulkan perubahan sosial yang
berpengaruh kepada perubahan sistem pendidikan yang ada disemua Negara.
Faktor-faktor itu meliputi:
· Urbanisasi dan perkembangan atau pembangunan kota-kota metropolitan
· Ledakan pertumbuhan penduduk besar
· Kemajuan pesat teknologi modern di semua bidang kehidupan
· Saling ketergantungan hidup antar Negara
Meskipun dampaknya terhadap Negara-negara yang ada tidak selalu
sama dalam proses perubahan system pendidikan, namun cepat atau lambat pengaruh
dari factor diatas akan memaksa masyarakat atau bangsa untuk berinisiatif menanggulangi
nsemua problema yang timbul melalui proses inovasi (pembaruan) system
pendidikan masing-masing.
Frederich harbison dan Charles A Myers dalam bukunya yang berjudul
“education Manpower and Economic Growth Stategis of Human Resource
Development” mengemukakan beberapa factor-faktor yang mempengaruhi system
pendidikan adalah sebagai berikut:[16]
1)
Factor
historis
Menurut harbison dan mayer, factor sejarah pertumbukan masyarakt
ditentukan oleh tiga hal yang saling berkaitan, yaitu pendidikan, kemampuan manusia
dan pertumbuhan ekonomi. Atas pembagian di atas, harbison dan mayer mem bagi
Negara-negara di dunia ini menjadi empat tingkat pertumbuhan sebagai berikut:
· Negara yang belum berkembang
· Negara- Negara yang sebagian bidang kehidupannya telah mengalami kemajuan
· Negara- Negara yang sedang mengalami setengah kemajuan
· Negara- Negara yang telah mengalami kemajuan
2)
Factor
geografis
Manusia atau bangsa hidup di suatu lingkungan alam tertentu yang
berbeda-beda situasi dan kondisi alamiahnya. Maka berbeda pula tuntutan hidup
akibat pengaruh factor geografis, dan itu juga mempengaruhi system pendidikan
yang diperlukan di Negara-negara yang berssangkutan. Pengaruh tersebur terlihat
dari dua aspek yaitu:
· Aspek klimatologis atau iklim
· Aspek lingkungan alam dan sumber kekayaan yang terkandung di
dalamnya
Nicholas hans membedakan adanya tiga kelompok Negara yang berbeda
iklimnya yaitu:
· Negara-negara belahan bumi bagian utara yang beriklim dingin
· Negara-negara di sekitar laut tengah yang beriklim sedang
· Negara-negara yang terletak di khatulistiwa (garis equator) atau
yang berdekatan dengannya yang beriklim panas.
3)
Faktor
kehidupan ekonomi
Factor ekonomi sangat erat kaitannya dengan factor geografis, sebab
pembangunan ekomoni suatu Negara bergantung pada factor geografis, oleh karena
factor geografis mengandung sumber kekuatan baik yang berupa modal materil
maupun modal dasar mental spiritual penduduknya.
Sesungguhnya pembangunan di bidang ekonomi merupakan refleksi dari
kombinasi antara sunber kemampuan manusia alam sekitar dan system
kemasyarakatan serta kebudayaannya. Kombinasi dari ketiga unsure ini sangat
bertumpu pada factor geografis dimana proses kehidupan sehari-hari manusia
berada dalam lingkupnya.
4)
Politik
Negara
Antara ekonomi dan politik hamper tak dapat dipisahkan, karena
pembangunan ekonomi memerlukan politik yang stabil, sedang stabilitas politik
juga memrlukan stabilitas ekonomi, satu sama lain saling pengaruh-mempengaruhi
dan saling memperkokoh.
Bilamana dalam suatu Negara kehidupan politiknya sedang kacau, mustahil
dapat diciptakan suatu keseimbangan yang serasi di dalam system pendidikan.
Politik Negara merupakan kompas yang harus dijadikan pedoman dalam
langkah-langkah pengelolaanya.
5)
Faktor
kehidupan agama
Agama yang dipeluk oleh rakyat suatu Negara menduduki tempat
penting dalam system kehidupan masyarakat. Mengingat peranan dan pengaruh agama
dalam kehidupan masyarakat di suatu Negara, maka jika dikaitkan dengan system
pendidikan yang dikembangkan dalam suatu msyarakat, dapat menimbulkan dampak
seperti, di Negara yang menindas kehadupan beragama secara mutlak menguasai
system pendidikan.
6)
Faktor
kesukuan
Pengaruh kesukuan di beberapa Negara terhadap system pendidikan
menyebabkan timbulnya pemisahan dan perpecahan kehidupan masyarakat atau bangsa
kedalam golongan-golongan yang saling berkonrontasi antara satu sam lain. Di
beberapa Negara seperti amerika perbedaan warna kulit menyebabkan pemisahan
system pendidikan yang dapat menimbulkan sentiment rasialis.
7)
Tingkat
kemajuan peradaban
Setiap Negara atau bangsa di dunia ini memiliki kemampuan yang
berbeda dalam membangun dirinya sendiri untuk memcapai tingkat kemajuan
peradaban bangsa itu sendiri. Namun ada tiga factor utama yang menjadi modal
dasr kemajuan itu yaitu:
· Kemampuan manusia sendiri
· Tingkat pendidikan
· Pertumbuhan sisitem kelembagaan masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut :
1.
Sistem
Pendidikan adalah perangkat sarana yang terdiri dari bagian-bagian yang saling
berkaitan satu sdam lain dalam rangka melaksanakan proses pembudayaan
masyarakat yang menumbuhkan nilai-nilai yang sama dengan cita-cita yang ingin
diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2.
Alasan
yang menyebabkan timbulnya relasi antara Negara dengan pendidika (warga negara)
antara lain :
· Warga negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak dapat menyelenggarakan
urusan pendidikan secara layak dan memadai.
· warga-negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak mempunyai
kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk dapat hidup dan berkompetisi di alam
global seperti sekarang.
3.
Dampak
–dampak Globalisasi adalah sebagai berikut:
a)
Dampak
Positif globalisasi Pendidikan
· Akan semakin mudahnya akses informasi.
· Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang
professional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan.
· Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa bersaing
dengan Negara-negarara lain.
· Adanya perubahan struktur dan system pendidikan yang meningkatkan
tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan
b)
Dampak
negative globalisasi pendidikan
· Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
· Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang
berdampak munculnya“tradisi serba instant”.
· Globalisasi akan melahirkan suatu golongan di dalam dunia
pendidikan.
· Akan semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya
dari luar
4.
factor-faktor
yang mempengaruhi sistem pendidikan suatu Negara
· Factor historis
· Factor geografis
· Factor kehidupan ekonomi
· Factor politik Negara
· Factor kehidupan agama
· Factor kesukuan
· Factor tingkat kemajuan peradaban
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta:Golden Terayon
Press,1986
Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta:
LaksBang Mediatama, 2009
David B Abernethy dan Coombe Trevor, Education
And Politics In Develoving Countries, Harvard Education Review 35, 1965
Edward Steven and George H. Wood, Justice, Idiologi, And
Education: An Introduction To The Social Fundation Of Education, New
York: Random House, 1987
Fuad
Ihsan, Dasar Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008
H.A.R.Tilaar, Kekuasaan
dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, PT
Rineka Cipta, 2009
Harman, W. N., Snails (Mollusca: Gastropoda) in Pollution
Ecology ofFreshwater Invertebrates, C.W. Hart, Jr and Samuel L. H. Fuller
(editors).London : Academic Press, 1974
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Makkulua, Andi, Perkembangan Kebijakan Pendidikan Dalam
Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka, Makalah Konversi Pendidikan Iii Diujung
Pandanga 4-7 maret 1996
Stainer, The Global Teacher: Theory and
practice in Global Education, Trentham Books, 1996
ADI/AIS, Pendidikan Internasional Berperan
Tingkatkan Kualitas Bangsa, http://news.liputan6.com, artikel, 15 Februari,
2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 dan Peraturan menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011, Citra Umbara (2012), cet. VII
[1] H.A.R.Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan:
Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, PT Rineka Cipta
(2009), cet. I, hal.3-4
[2] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 dan Peraturan menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011, Citra Umbara (2012), cet. VII, hlm.
65.
[3] H.A.R.Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan:
Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, hal.3-4
[5] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 123.
[7]
Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta:Golden Terayon Press,1986,
hal. 108
[9] Arif
Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: LaksBang
Mediatama, 2009, hal.3
[10] Edward Steven
and George H. Wood, Justice, Idiologi, And Education: An Introduction
To The Social Fundation Of Education, New York: Random House, 1987,
hal. 149; Lihat dalam Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, hal.
5
[11] Andi
Makkulua, Perkembangan Kebijakan Pendidikan Dalam Lima Puluh Tahun Indonesia
Merdeka, Makalah Konversi Pendidikan Iii Diujung Pandanga 4-7 maret 1996;
Lihat dalam Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan, hal. 5
[12] David B Abernethy dan Coombe Trevor, Education And
Politics In Develoving Countries, Harvard Education Review 35, 1965, hal. 287
[13] Harman, W. N.,
Snails (Mollusca: Gastropoda) in Pollution Ecology ofFreshwater Invertebrates,
C.W. Hart, Jr and Samuel L. H. Fuller (editors).London : Academic Press, 1974,
hal. 9
[14] Stainer, The Global Teacher: Theory and practice in
Global Education, Trentham Books, 1996, hal. 20
[15] ADI/AIS, Pendidikan Internasional Berperan
Tingkatkan Kualitas Bangsa, http://news.liputan6.com, artikel, 15 Februari,
2012
[16] Arifin, Ilmu
Perbandingan Pendidikan, hal.108-133
Tidak ada komentar:
Posting Komentar