PERADABAN MANUSIA PADA MASA NABI MUSA AS
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas matakuliah
Sejarah Peradaban Islam
Dosen : Dr. Muhammad Hariyadi, MA
Disusun Oleh :
Asep Supriatna
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUTE PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN (PTIQ)
JAKARTA 1437 H/ 2015 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kisah Nabi Musa As dalam Al-Qur’an diceritakan secara detail dalam
berbagai peristiwa yang terjadi pada dirinya sejak ia dilahirkan, diangkat
menjadi nabi dan rasul hingga akhirnya ia berhadapan dengan Fir‘aun dan kaumnya
bani Israilyang ingkar kepada Allah swt dan kepadanya, sehingga tokoh Nabi Musa
as sedikit demi sedikit mulai terlihat dan semakin jelas perkembangannya sesuai
dengan peristiwa yang dialaminya.
Kisah-kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur’an sering dihubungkan dengan
Fir‘aun. Fir‘aun adalah sebutan bagi para raja-raja Mesir ketika itu. Fir‘aun
yang berkuasa pada masa Nabi Musa as bernama Ramses II (Menephtah) yang hidup
sekitar tahun (1232-1224 SM) seorang raja yang zalim lagi diktator
dan berlaku sewenang-wenang kepada kaum bani Israil, bahkan ia juga mengaku
dirinya sebagai tuhan.
Maka terjadilah pertentangan antara Nabi Musa as dengan Fir‘aun, hingga
akhirnya ia dan pengikutnya ditenggelamkan oleh Allah swt ke dalam laut,
melalui mu‘jizat yang diberikanNya kepada Nabi Musa as karena keangkuhan dan
kesombongan Fir‘aun yang tidak mau mengakui Allah swt sebagai Tuhan dan tidak
mengimani ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa as.
Adapun kisah nabi Musa menyerupai kisah nabi Muhammad SAW. yang
datang dengan membawa syari’at diniyah
dan dunyawiyah. Dalam surat al-A’raf terdapat banyak kisah tentang perjalanan nabi Musa ‘alaihi salam tapi dalam
makalah di sini penulis fokus pada pembahasan mengenai peradaban manusia pada
masa nabi Musa ‘alahi salam yang sezaman
dengannya.
Hamka menyebutkan bahwa salah satu faktor dari pengulangan kisah
Nabi Musa as dalam Al-Qur’an adalah untuk menguatkan hati Nabi Muhammad saw
dalam berjuang menghadapi permusuhan, kecurangan dan penghianatan bangsa Yahudi
di Madinah, yaitu Bani Qoinuqo‘, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah, sehingga Allah
swt mengingatkan kembali kisah Nabi Musa as saat menghadapi kesombongan Fir‘aun
yang juga ingkar dan tidak mau beriman terhadap ajaran yang dibawa oleh
NabiMusa as, agar menumbuhkan rasa percaya diri dan menguatkan hati sekaligus
membangkitkan semangat Nabi Muhammad saw dan orang beriman dalam menghadapi
cobaan yang mereka hadapi.
Kisah-kisah tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an secara
berulang-ulang, sehingga menarik perhatian penulis untuk menganalisis
keistimewaan dari kisahkisah tersebut, mengapa Allah menceritakannya berulang
kali di dalam Al-Qur’an yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya?
ditambah lagi dengan adanya bukti nyata peninggalan dari kisah sejarah tersebut
berupa mumi (jasad) Fir‘aun yang masih terjaga sampaisaat ini.
Kemudian faktor yang lain dari pengulangan kisah Nabi Musa as dalam
Al-Qur’an adalah karena perjuangan yang dihadapi Nabi Musa as hampir sama
beratnya dengan pejuangan yang dihadapiNabi Muhammad saw, sehingga dapat
menjadi perbandingan bagi Nabi Muhammad saw dan orang beriman bahwa para nabi
terdahulu juga menghadapi cobaanyang berat dalam menegakkan agama Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sejarah dan karakteristik kaum bani Israil sebelum kelahiran nabi Musa as?
2.
Bagaimana
sejarah kelahiran nabi Musa as ?
3.
Bagaimana
peradaban manusia pada masa kerasulan nabi Musa as?
C.
Tujuan penulisan
1.
Mengetahui
sejarah dan karakteristik kaum bani Israil pra kelahiran nabi Musa as
2.
Mengetahui
sejarah kelahiran nabi Musa as
3.
Mngetahui
peradaban manusia pada masa kerasulan nabi Musa as
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Kaum Bani Isra’il pra kelahiran Nabi Musa AS
Kata Banu (Bani) berasal dari kata ba’,
nun’ dan waw yang secara literal
mengandung pengertian sesuatu
yang lahir dari yang lain. Dalam al-Qur’an kata yang berasal dari akar kata
tersebut ditemukan sebanyak 161 kali. Kata Bani itu sendiri disebutkan sebanyak
49 kali, 41 di kaitkan dengan Israel. selebihnya sebanyak 6 kali dikaitkan
dengan keturunan Adam. Sedang dua kali diantaranya berbicara tentang putra
saudara laki-laki dan perempuan. Dari ayat-ayat tersebut ternyata bahwa term
Bani, semuanya mengisyaratkan adanya hubungan darah.
Sedangkan Israel adalah gelar yang dianugrahkan tuhan kepada Nabi Yakub, maka
karena bangsa yahudi adalah anak keturunanya, maka disebut bani Israel.
Bani Isra’il adalah
sebuah komunitas keturunan Isra’il (ya‘quubiyah yuusuf) yang cukup besar
di Mesir. Fir’aun demikian kejam kepada Bani Isra’il antara lain karena mereka
menganut akidah yang berbeda dengan keyakinan yang dianut oleh Fir’aun dan kaumnya.
Bani Isra’il menganut agama kakek mereka, Ibrahim dan Ya’qub. Meski akidah
mereka telah terkena penyimpangan dan kekacauan, namun kepercayaan akan satu
Tuhan masih tetap ada. Selain itu, mereka juga tidak mengakui Fir’aun sebagai
Tuhan dan mengingkari semua berhala Fir’aunisme.
Bani Israel mulai dari nenek moyang mereka,
Ibrahim, Ishak, dan Ya’qub adalah penganut setia agama atau ajaran yang secara prinsip
mengEsakan Tuhan. Mengenai rumusan ibadat sehari-hari agama tersebut tidak menentukan suatu syarat dan
rukunnya, sehingga ada kemungkinan masing-masing kelompok Yahudi dapat merumuskanya menurut
pendapat serta pengetahuan mereka masing-masing, dimana dalam hal ini para rahib memegang
peranan yang sangat penting. Akan tetapi dalam kitab perjanjian lama terdapat juga suatu ajaran
yang dapat kita golongkan dalam hukum Muamalat dan Syakhsyiyah sebagaimana yang
terdapat dalam kitab Imamat.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab.
Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan
keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-kelompok dari masyarakat Mesir
meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun karena mereka mendapat tantangan keras
dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaurnnya kecuali agar mereka menaat
inya sehingga mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan
dalam diri mereka. Jadi tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang
bisa dipahami adalah, bahwa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dania
mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah
sangat jelas di Mesir.
Dijelaskan bahwa Fir‘aun adalah sebutan bagi para raja-raja Mesir
ketika itu. Fir‘aun yang berkuasa pada masa Nabi Musa as bernama Ramses II
(Menephtah) yang hidup sekitar tahun (1232-1224 SM) seorang raja yang zalim
lagi diktator dan berlaku sewenang-wenang kepada kaumBani Israil, bahkan ia
juga mengaku dirinya sebagai Tuhan.
Dan ada juga yang menyebutkan bahwa ia berkuasa pada tahun 1230-1215 SM.
Fir’aun pada zaman Nabi
Musa adalah raja yang suka menindas dan menganiaya terhadap kaum Bani Isra’il.
Agar jangan sampai diturunkan dari seorang raja, banyak anak-anak laki-laki
yang masih bayi disembelih, karena khawatir kalau kelak sudah besar akan menjadi
musuh yang bisa merobohkan kerajaannya. Tidak begitu saja upaya yang diperbuat
Fir’aun untuk menjaga terhadap kelangsungan menjadi raja di negara Mesir, para
penduduknya juga dipisah-pisah menjadi beberapa golongan, satu sama lain saling
membuat keributan, Fir’aun memanfaatkan kondisi itu. Ia menempuh cara yang keji
dan kejam untuk menghabisi Bani Isra’il.
Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang
kafir. Mereka menaati barangkali itu karena terpaksa perkataan Fir'aun. Mesir kembali
menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang
disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak
Israil mereka telah menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir.
Sedikit sekali dari keluarga mereka yang
masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Menurut fakta-fakta sejarah, jelas sekali
bahwa kaum Bani Israel telah mengabaikan sumber
akidah yang hakiki yaitu sumber yang datang dari langit, dan sebaliknya
mereka justru mengikuti sumber-sumber
yang lain. Kaum Bani Israel telah mengalami berbagai macam peristiwa yang
berbahaya dalam kehidupan mereka, seperti kehidupan yang mereka alami di Mesir,
penindasan atas mereka di Palestina, dan
pembuangan terhadap mereka di negeri Babylon. Dalam masa situasi pelarian
mereka itulah mereka menulis kitab
Taurat dan menyusun kitab Talmud (Kitab Agama Yahudi) serta protokol-protokol
pendeta-pendeta Zionis yang nanti akan dapat kita saksikan. ini yang menjadi
sumber-sumber agama Yahudi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil dimana mereka semakin banyak
dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka
memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah oleh
seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang
jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan semakin berkembang serta
mengambil posisi-posisi penting.
Raja mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di
mana dalam berita itu dikatakan bahwa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgasananya. Barangkali berita itu berasal dari suatu
mimpi dari mimipi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok
minoritas yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita gembira yang
tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun
halnya, berita ini telah sampai di telinga Fir'aun.
B.
Kelahiran Nabi Musa AS
Nabi Musa A.S. adalah seorang bayi
yang dilahirkan dikalangan Bani Isra'il yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja
Fir'aun yang bersikap kejam dan zalim. Nabi
Musa as adalah putra Imran bin Qahitsbin ‘Azir bin Lawi bin Yaqub bin Ishaq bin
Ibrahim beribukan Yukabad. Menurut pendapat
lain bahwa ibu Nabi Musa as bernama Ayarikha, dan sebagian ‘ulama ada yang
menyebutkan Ayadzikha.
Beliau merupakan salah satu nabi ūlu alazmi (memiliki
ketetapan hati) yang kisahnya banyak disebutkan di dalam AlQur’an. Kisah-kisah
Nabi Musa as diceritakan secara berulang-ulang di berbagai surat dan tidak
dikhususkan dalam satu surat saja sebagaimana kisah nabi Yusuf as. Dalam al-Quran
tidak disebut oleh Allah nama Musa kecuali yang diberi Kitab Taurat. Ahli Kitab
berpendapat bukan Musa bin Imran, yang dimaksud dalam surat al-Kahfi, Tapi Musa
ibnu Misya bin Yusuf bin Ya’qub, Nabi sebelum Musa bin Imran. Kebanyakan para
Ulama berpendapat, yang shahih ialah Musa bin Imran Nabi dan Rasul Bani Israel.
Suatu ketika Fir’aun bermimpi, bahwa ada sebuah api yang datang
dari Baitul Maqdis lalu membakar negeri Mesir selain rumah-rumah Bani Israil.
Saat bangun, maka Fir’aun langsung terkejut, kemudian ia mengumpulkan para
peramal dan pesihir untuk meminta takwil terhadap mimpinya itu, lalu mereka
memberitahukan bahwa akan lahir seorang anak dari kalangan Bani Israil yang
akan menjadi sebab binasanya penduduk Mesir. Maka Fir’aun merasa takut terhadap
mimpi tersebut, ia pun memerintahkan untuk menyembelih anak-anak laki-laki Bani
Israil karena takut terhadap kelahiran orang tersebut. Ada pula yang
berpendapat, bahwa yang mendorong Fir’aun melakukan tindakan keji ini adalah
karena berita yang sampai kepadanya dari Bani Israil bahwa nanti akan muncul
dari kalangan mereka seorang anak yang menjadi penyebab hancurnya kerajaan
Mesir. Berita ini masyhur di kalangan Bani Israil hingga tersebar di kalangan
orang-orang asli Mesir dan sampailah berita itu ke telinga Fir’aun.
Ibnu Abbas berkata, “Setelah Fir’aun bermimpi,
pada pagi harinya Fir’aun mengumpulkan dukun-dukunnya. (Setelah mendengar isi
mimpi Fir’aun), para dukun itu mengatakan, ‘Pada tahun ini akan lahir seorang anak laki-laki,
ia kelak akan menggulingkan kekuasaanmu”. Serta merta Fir’aun memutuskan bahwa
setiap seribu wanita, harus dijaga seratus tentara. Setiap ada seratus wanita,
dijaga sepuluh tentara. Setiap ada sepuluh wanita, harus dijaga seorang
tentara. Lalu ia memerintahkan, ‘Perhatikan dengan seksama setiap wanita hamil
di wilayah ini. Apabila telah melahirkan, lihatlah. Kalau bayinya laki-laki,
maka sembelihlah. Dan kalau bayinya perempuan, maka biarkanlah.
Raja Fir'aun segera mengeluarkan
perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan
Mesir dibunuh dan agar diadakan pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang
pun dari bayi lelaki, tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu. Maka
dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah
dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka
pada saat melahirkan bayinya.
Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin
Lawi bin Ya'qub sedang duduk seorang diri di salah satu sudut rumahnya menanti
datangnya seorang bidan yang akan memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi
dari dalam kandungannya itu.
Bidan datang dan lahirlah bayi yang
telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan sehat
afiat. Dengan lahirnya bayi itu, maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa
dirasai oleh setiap perempuan yang melahirkan, namun setelah diketahui oleh
Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia merasa
sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sangat disayangi itu akan dibunuh oleh
orang-orang Fir'aun. Ia mengharapkan agar bidan itu merahsiakan kelahiran bayi
itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan
bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi
yang baru dilahirkan memberi kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan
kelahiran bayi itu.
Setelah bayi mencapai tiga bulan,
Yukabad tidak merasa tenang dan selalu berada dalam keadaan cemas dan khuatir
terhadap keselamatan bayinya. Allah memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan
bayinya di dalam sebuah peti yang tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang
berisi bayinya itu terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh bersedih
dan cemas ke atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan
bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.
Dengan bertawakkal kepada Allah dan
kepercayaan penuh terhadap jaminan Illahi, mak dilepaskannya peti bayi oleh
Yukabad, Setelah ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam, terapung
dipermukaan air sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk
mengawasi dan mengikuti peti rahasia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan
ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi arti yang sangat besar bagi
perjalanan sejarah umat manusia.
Al-Marghubi menyebutkan bahwa Fir‘aun
mempunyai isteri yang bernama Asiah binti Muzahim bin Asad bin Ar-Rayyan
Al-Walid. Para pelayan dari isteri Fir‘aun inilah yang menemukan Nabi Musa as
(Musa kecil) yang dihanyutkan oleh ibunya dalam peti yang terkunci, lalu
diserahkannya kepada Asiah. Ia lalu membuka peti tersebut dan ketika ia melihat
wajah Nabi Musa as (Musa kecil) yang bersih dan bersinar dengan cahaya kenabian
dan keagungan, ia pun jatuh hati dan ingin mengasuhnya. Namun Fir‘aun
menolaknya dan segera akan membunuhnya karena ia takut kalau anak inilah yang
akan mengambil alih kekuasaannya, hingga akhirnya Asiah memohon kepada
suaminya, Fir‘aun, agar diperkenankan untuk memelihara Nabi Musa as (Musa
kecil) sebagai anak mereka karena mereka saat itu belum memiliki keturunan.
Sebagaimana diterangkan dalam
Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 8-9:
“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia
menjadi musuh dan Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Ha- man
beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan berkatalah isteri
Fir'aun: "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. janganlah kamu
membunuhnya, Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi
anak", sedang mereka tiada menyadari.” (QS. Al-Qashash : 8-9)
Al-Marghubi menjelaskan bahwa ibu Nabi Musa as bersama suami dan
anak-anaknya tinggal di kerajaan Fir‘aun, mereka diberikan fasilitas dan
pelayanan yang baik, hingga akhirnya Nabi Musa as (Musa kecil) pun kembali
berkumpul dengan keluarganya dan hidup bahagia.
Raja Fir'aun sesekali tidak
terlintas dalam fikirannya yang kejam dan zalim itu bahwa kerajaannya yang
megah, menurut apa yang telah tersirat dalam Lauhul Mahfudz, akan ditumbangkan
oleh seorang bayi yang justeru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya
sendiri akan diwarisi kelak oleh umat Bani Isra'il yang dimusuhi, dihina,
ditindas dan disekat kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana bunga mawar
yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul
menyingsing dari tengah kegelapan yang mencekam.
C. Nabi Musa
Hijrah ke Madyan
Musa mengetahui dan sadar bahwa ia
hanya seorang anak pungut di istana dan tidak setitik darah Fir'aun pun
mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Isra'il yang
ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Fir'aun. Karenanya ia
berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada kamunya yang tertindas dan
menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan
keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya
kepada orang-orang yang madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang
menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Al-Marghubi menceritakan bahwa Nabi Musa as merasa begitu takut dan
khawatir kalau berita ini sampai kepada Fir‘aun, maka ia akan mendapatkan
hukuman yang sangat berat bahkan akan dibunuh. Apalagi Nabi Musa AS melakukan
hal tersebut untuk membela bani Israil yang sangat dibenci oleh Fir‘aun. Maka
Allah SWT mengilhamkan kepadanya agar keluar dari Mesir untuk menyelamatkan
diri menuju negeri Madyan. Maka Nabi Musa as pun berjalan sambil berdo’a kepada
Allah swt agar ditunjukkan jalan yang benar, hingga akhirnya ia sampai ke
negeri Madyan dan menjalankan kehidupannya yang baru di sana selama beberapa
tahun.
Hal tersebut dijelaskan Allah swt dalam surat Al-Qashash ayat
20-22:
Artinya:
“dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata:
"Hai Musa, Sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu
untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang memberi nasehat kepadamu. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan
rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, Dia berdoa: "Ya Tuhanku,
selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu. dan tatkala ia menghadap
kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku
memimpinku ke jalan yang benar".(QS. Al-Qashash : 20-22)
Ketika Nabi Musa as tiba di negeri Madyan, ia mendapati dua orang
wanita yang ingin memberi minum ternaknya. Ternyata kedua wanita tersebut
adalah putri Nabi Syu‘aib as. Karena Nabi Musa as melihat mereka kesulitan
dalam memberikan minum ternaknya, Nabi Musa as pun menolongnya hingga akhirnya
ketika mereka pulang dan menceritakan perihal pertolongan yang mereka dapati
dari seorang pemuda yang tidak mereka kenal namun begitu baik dan sopan. Nabi
Syu‘aib as pun menyuruh putrinya memanggil pemuda itu ke rumah mereka dan
bertemulah Nabi Musa as dan Nabi Syu‘aib as.
Firman Allah swt dalam surat Al-Qashash ayat 23-25 menjelaskan hal
tersebut:
Artinya:
“dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di
belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya).
Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?" kedua
wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah
orang tua yang telah lanjut umurnya. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk
(menolong) keduanya, ke- mudian Dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa:
"Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku". kemudian datanglah kepada Musa salah seorang
dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya
bapakku memanggil kamu agar ia memberikan Balasan terhadap (kebaikan)mu memberi
minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan
menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata:
"Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim
itu".(QS. Al-Qashash : 23-25)
Nabi Musa as menikah dengan putri Nabi Syu‘aib as setelah
permintaan putri Nabi Syu‘aib as kepada ayahnya agar menjadikannya sebagai
pekerja bagi mereka, karena Nabi Musa as merupakan sosok yang kuat dan dapat
dipercaya.
Hal tersebut dijelaskan Al-Marghubi, bahwa kuatnya Nabi Musa as
dikarenakan ia bisa mengangkat batu dari sebuah sumur yang hanya bisa diangkat
oleh sepuluh orang saat membantu putri Nabi Syu‘aib as memberi minum ternak
mereka. Sedangkan Nabi Musa as seorang yang dapat dipercaya adalah karena
ketika putri Nabi Syu‘aib as mengajak Nabi Musa as menemui ayahnya. Nabi Musa
as meminta ia (putri Nabi Syu‘aib as) berjalan di belakangnya dan apabila
sampai di persimpangan maka lemparkanlah kerikil agar ia tahu bagaimana memilih
jalan.
D. Kisah Nabi Musa
Bersama Nabi Khidir
Kisah yang terjadi dalam antara nabi
khidir dan nabi Musa dalam alQuran diceritakan dalam surat al-Kahfi ayat 60-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin
Ka`ab menceritakan bahwa ia mendengar Nabi
Muhammad saw bersabda:
”suatu hari Musa berdiri dihadapan bani Israil
kemudian ia ditanya: ‘siapakah orang yang paling berilmu?.’Musa menjawab.’Aku’.
lantas Allah menegur Musa mealui firma-Nya,”sesungguhnya disisi Ku ada seorang
hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan ia lebih berilmu daripadamu, Musa
pun bertanya, Wahai tuhanku,dimanakah aku dapat menemuinya?.Allah berfirman.
‘bawalah seekor ikan menggunakan suatu
wadah, jika ikan itu menghilang, disanalah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku
itu”.
Teguran dari Allah tersebut
menghadirkan keinginan yang kuat didalam diri Nabi Musa AS untuk menemui hamba yang shalih itu, yang dimaksudkan
oleh Allah SWT, selain itu, nabi Musa AS pun
ingin belajar kepada hamba
tersebut.
Dalam beberapa hadits yang diriwayatkan
dari Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan nama guru itu ialah Khidir . khidir merupakan kalimat dari bahasa
arab yang artinya hijau. Dalam proses perjalanan Musa dan
khidir pun terjadi dialog-dialog yang membuat bingung Musa atas tingginya ilmu yang dimiliki Khidir,
mulai dari apa
yang dilakukan Khidir
sampai apa yang
ia katakan kepada Musa, hal tersebut semakin membuat Musa semangat untuk
menambah khazanah ke-ilmuan beliau dalam mencari keridhoan Allah.
Dialog antara Musa dan Khidir
bermula ketika Musa menemukan majma`Bahrain (bertemunya dua lautan) yang dimaksudkan Allah dalam surat
al-Kahfi ayat 61, dalam ayat tersebut,
pada mulanya Musa memperkenalkan diri kepada Khidir. Musa memberi salam kepada
Khidir dan berkata kepadanya: “saya adalah Musa” Khidir bertanya: “Musa dari bani
Israil?” Musa menjawab, “Ya, benar!”
,maka Khidir memberi hormat kepadanya
seraya berkata, “apa keperluanmu datang kemari?” Nabi Musa menjawab bahwa beliau datang kepadanya supaya
memperkenankan mengikutinya dengan maksud agar Khidir mau mengajarkan padanya sebagian ilmu yang
telah diajarkan Allah kepadanya, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang
sholeh.
Kemudian dialog tersebut berlanjut
dalam ayat 67, dalam ayat ini Khidir menjawab pertanyaan nabi sebagai berikut: “Hai Musa kamu tidak akan
sabar mengikutiku, karena aku memiliki ilmu yang telah diajarkan oleh Allah
kepadaku yang kamu tidak mengetahuinya, dan kamu memiliki ilmu yang telah diajarkan Allah kepadamu yang aku tidak mengetahuinya.”
Kemampuan Khidir
meramal sikap nabi
Musa kalau sampai
menyertainya didasarkan pada ilmu
laduni yang telah beliau terima dari Allah disamping ilmu anbiya` yang
dimilikinya, seperti yang dijelaskan pada ayat 65 diatas.
Tafsir al-Azhar
menjelaskan ketidak sabaran Musa
terbukti ketika pada awal
mulanya Nabi Musa
bermunajat kepada Allah
dan disana beliau diberitahu tentang
kedurhakaan kaumnya dengan
menyembah anak lembu, beliau
belum terlalu marah,
tetapi ketika kembali
dan melihat kenyataan, maka amarahnya
memuncak, dia menarik
kepala saudaranya yakni
Nabi harun as, serta melemparkan lauh-lauh Taurat yang baru saja
diterimanya dari Allah SWT.
Kemudian di ayat 68, Khidir
menegaskan kepada Nabi Musa tentang sebab
beliau tidak akan
sabar nantinya jika
terus ikut bersamanya.
Karena ajaran khidir berupa
ilmu hakikat sedangkan Musa
ajaranya berupa ilmu Syariat dan hal
tersebut sangatlah bertentangan,
oleh Karena itu,
Khidir berkata kepada Musa “bagaimana kamu
dapat bersabar terhadap
perbuatanperbuatan ku yang
secara lahiriah menyalahi
syaria`tmu, padahal kamu seorang Nabi”.atau mungkin juga kamu
akan mendapati pekerjaan-pekerjaanku yang secara lahiriah bersifat mungkar,
sedang pada hakikatnya kamu tidak mengetahui maksud atau kemaslahatanya..
Perlu diingat bahwa Nabi Musa ketika
mengucapkan janjinya diatas, tentu saja tidak dapat memisahkan diri dari
syariat dan agaknya beliau yakin bahwa hamba Allah yang shaleh pasti mengikuti
tuntunan Allah. Disini beliau juga
menjawab pernyataan Khidir dengan sangat halus juga, dia menilai
pengajaran yang akan diterimanya merupakan perintah yang harus diikutinya.
Dengan menyebut insyaallah, Nabi Musa tidak dapat dinilai
berbohong dengan ketidaksabaranya, karena dia telah berusaha, namun itulah
kehendak Allah yang bermaksud
membuktikan adanya seorang yang
memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa as .
Dalam ayat 70 dijelaskan, Khidir
dapat menerima Musa as dengan syarat
yang tertera dalam
quran “jika kamu
(Musa) berjalan bersamaku (Khidir) maka
janganlah kamu bertanya
tentang sesuatu yang
aku lakukan dan tentang
rahasianya, sehingga aku sendiri menerangkan kepadamu duduk persoalanya,
janganlah kamu menegurku terhadap sesuatu perbuatan yang tidak dapat kau
benarkan hingga aku sendiri yang mulai menyebutnya untuk menerangkan keadaan
yang sebenarnya”. Hal
ini menunjukkan jiwa kewibawaan yang dimiliki Khidir
dalam membimbing Musa dalam menuntut
ilmu, dari cara beliau memberi syarat kepada Khidir agar dia tidak bertanya
kepadanya apabila sesuatu itu belum dijelaskan.
Dialog yang
terjadi antara Musa
dan Khidir tidak
berhenti sampai disini saja,
proses dialog selanjutnya
terjadi ketika Nabi
Musa mengikuti perjalanan beliau
Khidir. Proses gejolak
batin dan prinsip-prinsip yang mereka miliki dari sinilah awal mulanya,
dimana Musa yang berfaham ilmu Syariat tidak setuju dengan apa yang diperbuat
Khidir, karena apa yang beliau lakukan
berlawanan dengan syariat.
adapun Khidir yang
berilmu hakikat (kebenaran ilahi)
dimana semua yang
diperbuat beliau adalah
benar, akan tetapi dari sudut pandang ilmu yang tidak dimiliki Musa.
Setelah beberapa
pengalaman yang dilalui
Musa dan Khidir
dalam perjalanan mereka berdua,
dan timbulnya beberapa
pertanyaan yang dilontarkan
Musa kepada Khidir,
padahal sebelumnya Khidir
telah mengatakan kepada Musa,
bahwasanya Musa tidak akan
sabar terhadap apa yang akan dilakukan
Khidir yang jelas-jelas
berlawanan dengan ajaran Syari`at Musa, dan selanjutnya dibawah
ini akan kami jelaskan tentang ayat-ayat
yang menjelaskan tentang
rahasia dibalik perbuatan
Khidir yang dipandang sebagai
perbuatan yang ganjil
oleh Musa. Sebab
Allah memberi kepada Khidir
hikmah-hikmah ilmu yang termasuk dalam bidang hakikat.
Sudah tiga kali Musa melakukan
pelanggaran, dari sini Khidir memberi kesudahan
terhadap pertemuan mereka
berdua dan beliau menyatakan perpisahan,
karena itu beliau
berkata inilah perpisahan
antara aku dengan mu wahai Musa apalagi engkau sendiri
telah menyatakan kesediaanmu kutinggal jika engkau melanggar lagi, namun
sebelum berpisah aku akan memberitahukan
kepadamu cerita yang
pasti tentang makna
dan tujuan dibalik peristiwa-peristiwa dimana
engkau tidak dapat
sabar terhadapnya.
Demikianlah penjelasan Khidir
tentang berbagai tindakanya yang tidak biasa yang membuat Nabi
Musa tidak sabar atas apa
yang dilakukan beliau Khidir, yang
bertentangan dengan ilmu syaria`t yang
dianut Nabi Musa dan hal
tersebut membuat ketidak sabaran Musa sehingga ia selalu ingin tahu dan
mempertanyakan apa yang ada dibalik perbuatan Khidir.
Allah telah menganugerahkan ilmu
kepada Khidir berupa ilmu hakikat dan hal ini tidak mungkin dimilikinya kecuali
setelah membersihkan dirinya dan hatinya dari ikatan syahwat jasmani.
Sebagaimana nabi Musa yang telah sempurna ilmu
syaria`tnya diutus oleh
Allah untuk menemui Khidir
supaya belajar darinya ilmu
Hakikat sehingga dari sini sempurnalah
ilmu yang wajib dituntut oleh setiap orang yang beriman yaitu ilmu tauhid,
fiqih dan tasawwuf atau iman, islam dan ihsan.
E.
Kerasulan
Nabi Musa As
Kembalinya Nabi Musa as ke Mesir, menurut kebanyakan pendapat para
‘ulama karena rasa rindu kepada keluarganya. Nabi Musa as bermaksud mengunjungi
keluarganya di Mesir dengan penampilan yang tidak dikenali.
Namun ketika di perjalanan Nabi Musa as melihat api yang menyala
dari gunung Ath-Thur, karena saat itu malam sangat gelap dan dingin sehingga
Nabi Musa as ingin membuat api untuk isteri dan anak-anaknya dengan
menggosok-gosokkan batang kayu namun tidak bisa menyala. Disebutkan juga oleh
sebagian `ulama bahwa Nabi Musa as dan keluarganya tersesat hingga ahkirnya ia
melihat cahaya terang seperti api dan berharap bisa mendapat petunjuk dari
cahaya tersebut. Inilah awal dari kerasulan NabiMusa as.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Qashash ayat 29:
* $£Jn=sù 4Ó|Ós% ÓyqãB @y_F{$# u$yur ÿ¾Ï&Î#÷dr'Î/ [tR#uä `ÏB É=ÏR$y_ ÍqÜ9$# #Y$tR tA$s% Ï&Î#÷dL{ (#þqèWä3øB$# þÎoTÎ) àMó¡nS#uä #Y$tR þÌj?yè©9 Nä3Ï?#uä $yg÷YÏiB Ay9s¿2 ÷rr& ;ourõy_ ÆÏiB Í$¨Z9$# öNä3ª=yès9 cqè=sÜóÁs? ÇËÒÈ
Artinya
: “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan Dia
berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata
kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), Sesungguhnya aku melihat api, Mudah-mudahan aku dapat
membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api,
agar kamu dapat menghangatkan badan". (QS.
Al-Qashash : 29)
Allah swt memberikan wahyu pertama kali kepada Nabi Musa as dengan
cara berbicara langsung kepadanya, sehingga Nabi Musa as mendapat gelar
Kalimatau Kalimullah(Allah berbicara padanya). Ada dua orang nabi yang
berbicara langsung dengan Allah saat menerima wahyu dan mukjizatNya, yaitu: (1)
Nabi Musa as ketika menerima wahyu dan
mukjizatnya dan (2) Nabi Muhammad saw ketika isra’ mi’raj menerima perintah
shalat.
Firman Allah swt yang menerangkan hal tersebut terdapat dalam
beberapa surat, yaitu:
Pertama dalam surat An-Nisa’
ayat 164:
Artinya:
“dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu
dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan
Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (QS.
An-Nisa’ : 164)
Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan
keistimewaan Nabi Musa a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut: kalimullah
sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan
Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad SAW. pernah berbicara secara langsung
dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.
Dan Allah SWT berfirman dalam surat Thaha ayat 11-14:
Artinya:
“Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya
aku Inilah Tuhanmu, Maka tanggalkanlah kedua terompahmu; Sesungguhnya kamu berada
dilembah yang Suci, Thuwa dan aku telah memilih kamu, Maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.(QS.
Thaha : 11-14)
Ayat di atas menjelaskan tempat pertama kali Nabi Musa as menerima
wahyu dari Allah swt dan diangkat menjadi nabi dan rasul, yaitu di lembah suci
Thuwa di bukit Ath-Thur atau bukit Huraib di Sinai.
Kemudian Allah SWT berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 144:
Artinya
: “Allah berfirman: "Hai Musa, Sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu
dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara
langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu dan
hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur."
(Q.S : Al-A’raf : 144)
Ayat-ayat dari beberapa surat di atas menjelaskan bahwa Nabi Musa
as merupakan salah satu nabi yang mendapatkan keistimewaan dari Allah swt
ketika menerima wahyu. Allah swt berbicara langsung kepada Nabi Musa as untuk
mengangkatnya menjadi nabi dan rasul.
F.
Peradaban Manusia Masa Nabi Musa
1.
Peradaban Non Fisik
a)
Sistem Pemerintahan
Setiap peradaban dibangun atas aturan dan
peraturan. Di Mesir kuno, pemerintah berpusat pada Firaun, yang diyakini oleh masyarakat
sebagai dewa hidup. Jenis pemerintahan di Mesir Kuno adalah teokratis. Bahkan, pada periode Kerajaan Baru,
ketika Akhnaton memaksa orang-orang untuk menyisihkan dewa-dewa kuno demi Tuhan
tunggal, hubungan antara agama dan pemerintahan sangat erat terjalin.
Pada masa Nabi Musa Demokrasi sudah lahir sebagai sebuah
gerakan elit (Rabbi yahudi) dengan tujuan untuk mengingkari Nabi Musa dan
Tuhan, sekitar 3500 tahun yang lalu. Definisi, Pengertian dan
substansi Demokrasi pertamakalinya lahir dalam Kitab Talmud (Kitab yang
disucikan oleh Yahudi), jauh sebelum demokrasi lahir di Yunani. Demokrasi
menurut Talmud sebagai berikut : “Dengan cahaya talmud dan mishna dan segala
ucapan imam-imam agung bahwa telah diundangkan ” bermusyawaralah dan berapatlah
dan berlakulah pilihan kehendak suara banyak itu, karena suara banyak adalah
tuhan”.
Talmud (kitab gubahan dari Taurat yang disesuaikan dengan
kepentingan, dendam dan kepribadian bangsa Yahudi) bagi bangsa yahudi adalah
kitab yang paling suci dan paling agung. yahudi Talmud berbeda dengan ”yahudi
Musa” dan ’yahudi Ya’qub”. Kitab Talmud ditulis oleh para sesepuh bangsa isreal
yang tertindas dibawah perpecahan, kehancuran, pengusiran dan penawanan pada
masa Nabi Musa.
Sejumlah orang melaksanakan keputusan Firaun,
imam dan orang suci. Sehingga, terbentuklah kelas sosial diantara masyarakat,
karena adanya perlakuan khusus dari mereka, terutama kepada kaum bangsawan.
Struktur pemerintahan Mesir kuno juga melibatkan pejabat lainnya, termasuk
wazir, komandan militer, kepala bendahara, menteri pekerjaan umum, dan pemungut
pajak, yang berhubungan langsung dengan Firaun.
Perpajakan ada di bawah pemerintahan Mesir,
meskipun sebagian besar dalam bentuk barang dan tenaga kerja. Warga yang direkrut
menjadi militer, bila diperlukan, atau kerja paksa untuk membayar pajak tenaga
kerja, tergantung apa yang perlu dilakukan pada saat itu. Pada zaman Kerajaan
Lama, raja sering dikontrol semua sumber daya dan mereka hanya memberikannya
kepada orang-orang yang membayar pajak dan tetap setia kepada pemimpin mereka,
meskipun lalim.
b)
Pertanian
Peradaban Mesir Kuno bertahan lebih dari 3000
tahun sehingga peradaban Mesir Kuno disebut sebagai peradaban kuno terlama di
dunia, sekitar tahun 3300 SM sampai 30 SM.
Oleh karena hujan musiman di Afrika, setiap
tahun aliran Sungai Nil membanjiri tepi sungai. Menurut mitos, air sungai yang
mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis
dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam
pertempuran. Ketika luapan air menyusut, tanah tersebut menjadi subur karena
humus yang dibawa oleh aliran sungai. Sama seperti di Mesopotamia, daratan
sungai Nil juga membutuhkan pengelolaan yang cermat. Efek peristiwa alami ini memungkinkan
orang Mesir Kuno mengembangkan suatu perekonomian yang berdasar pada hasil
pertanian.
Ketika para petani telah mempunyai surplus pangan
dan waktu luang barulah mereka membangun kebudayaan; perdagangan, administrasi,
seni, arsitektur, dan lain-lain. Sungai Nil juga digunakan sebagai jalan raya
air untuk transportasi.
Ada beberapa faktor alam lain yang menjadikan
Mesir sebagai peradaban besar. Kebanyakan daerah Mesir beriklim tropis, ini
dapat dilihat dari lamanya matahari bersinar. Mesir memiliki musim panas lebih
lama dari musim dingin, dengan sekitar 12 jam sinar matahari per hari pada
musim panas, dan sekitar 10 jam sinar matahari per hari pada musim dingin.
c)
Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Lembah Nil yang subur menghasilkan gandum,
sayur-mayur, dan buah-buahan yang cukup. Masyarakat terbagi atas
golongan-golongan, yaitu; Firaun dan keluarganya, bangsawan, pedagang dan
usahawan, petani, pekerja dan budak. Di bawah firaun, terdapat bangsawan yang
dapat turut mengecap kehidupan yang mewah. Di bawah bangsawan, terdapat
golongan pedagang dan usahawan. Mereka berdiam di kota-kota dan dapat mengenyam
pula hidup yang lebih baik. Sebaliknya, rakyat terbanyak yang terbagi atas tiga
golongan, yaitu petani, pekerja, dan budak, hidup serba kekurangan. Petani-petani
meskipun memiliki hasil-hasil tanaman, tetapi para pengumpul pajak memungut
sebagian terbesar dari panen mereka. Pekerja-pekerja di kota-kota hidup miskin.
Yang terburuk nasibnya ialah budak-budak yang harus bekerja keras untuk kaum
firaun dan kaum bangsawan.
2.
Perkembangan Peradaban fisik
a)
Patung
Seni kuno patung di Mesir berkembang untuk
mewakili dewa-dewa kuno, firaun, dan raja-raja Mesir dalam bentuk fisik. Patung
ini dimaksudkan untuk memberikan hidup yang kekal kepada raja dan ratu, selain itu
juga untuk memungkinkan subyek dapat melihat mereka dalam bentuk fisik. Oleh
karena itu, adanya konvensi yang ketat dalam kerajinan patung di Mesir; seperti
patung laki-laki lebih gelap daripada patung perempuan, pada patung duduk,
tangan ditempatkan pada lutut dan adanya aturan khusus dalam tampilan setiap
dewa Mesir.
Konvensi secara ketat diikuti dengan kerajinan
patung; patung laki-laki yang lebih gelap daripada yang perempuan, pada patung
duduk, tangan ditempatkan pada lutut dan terdapat aturan khusus yang
diatur pada setiap tampilan patung setiap dewa Mesir. Sebagai contoh, dewa
Horus pada dasarnya diwakili dengan kepala falconos, dewa Anubis, dewa upacara
pemakaman ditunjukkan dengan kepala jackalos.
b)
Mumi
Orang-orang Mesir dulu terkenal dalam membuat
mumi. Tetapi itu membawa mereka berabad-abad untuk mencari cara keluar yang
terbaik untuk melestarikan firaun yang telah mati. Terbukti, bahwa cara mereka
sangat baik, karena itu hingga kini kita masih bisa menemukan mumi di Mesir hari
ini. Pembalsem dilakukan dalam proses mumifikasi. Adapun urutan proses
mumifikasi:
Langkah 1 : Cuci tubuh mayat dengan tuak dan
air dari Sungai Nil.
Langkah 2 : Membuat sayatan di sisi kiri perut.
Langkah 3 : Hapus paru-paru, lambung, hati, dan
usus melalui sayatan.
Langkah 4 : Tekan otak sampai ke lubang hidup
sebelah kiri dan goncang sekitar daerahnya untuk mencairkan otak.
Langkah 5 : Putar tubuh atas untuk memungkinkan
otak mengalir keluar melalui lubang hidung dan masuk ke dalam wadah mangkuk.
Langkah 6 : Tempatkan hati, paru-paru, lambung,
dan usus di kanopik guci untuk diawetkan.
Langkah 7 : Taburkan tubuh dengan garam yang
disebut Natron untuk mengeringkannya.
Langkah 8 : Setelah 40 hari, hapus garam Natron
tersebut, guna agar tubuh lebih gelap dan lebih tipis.
Langkah 9 : Cuci tubuh dan barang-barang rongga
mulut dengan kain resin yang direndam.
Langkah 10: Memanggil penata rias untuk merias
wajah almarhum dan memakaikan mayat dengan wig.
Langkah 11: Gosok tubuh dengan minyak wangi.
Langkah 12: Sikat tubuh dengan getah pinus
meleleh untuk menutupi daerah vital.
Langkah 13: Letakkan piringan emas dengan mata
Horus diatas sayatan tubuh.
Langkah 14: Nyalakan dupa untuk menghembuskan
udara murni.
Langkah 15: Bungkus tubuh dalam linen.
Langkah 16: Letakkan jimat di antara lapisan
linen.
Langkah 17: Tempatkan jimat vulture di leher
almarhum.
Langkah 18: Tempatkan jimat khusus yang
disebut heart scarab di jantung atas.
Langkah 19: Letakkan masker di wajah almarhum.
Langkah 20: Label almarhum dengan nama mereka.
Langkah 21: Tempatkan mumi di dalam sarkofagus.
Langkah 22: Tempatkan sarkofagus di dalam
kubur.
c)
Obelisk
Adalah monumen batu unik yang terkenal di
seluruh usia dan merupakan simbol hidup dari Mesir kuno. Obelisk besar tegak
dengan balok batu empat sisi dan berbentuk lonjong diukir untuk mengakhiri
bentuk piramida.
Selama periode Kerajaan Baru (1550-1070 SM),
era kerajaan Mesir yang luas, obelisk merupakan elemen arsitektur favorit dari
kuil-kuil besar. Para penguasa Kerajaan Baru menggunakan obelisk untuk
menghiasai kuil Karnak, dan kuil-kuil lain di Thebes, dan raja-raja Ramessid
memiliki obelisk kuno untuk modal baru mereka di Delta. Obelisk memiliki
karakteristik Mesir, memiliki kehormatan oleh semua peradaban sejak jatuhnya periode
Kerajaan Baru. Beberapa pilar asli tetap ada di beberapa ibukota di Mesir,
setidaknya satu dari lambang iman dunia yang membanggakan, yaitu di Sungai Nil.
d)
Piramid
Peninggalan bangunan Mesir yang terkenal adalah
piramida dan kuil yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan. Piramida
dibangun untuk tempat pemakaman Firaun. Arsitek terkenal pembuat piramida
adalah Imhotep. Bangunan ini biasanya memiliki kamar bawah tanah, pekarangan
dan kuil kecil di bagian luarnya.
Piramida terbesar adalah makam raja Cheops,
yang tingginya mencapai 137 meter di Gizeh. Selain Cheops, di Gizeh juga
terdapat piramida Chefren dan Menkaure. Di Saqqara juga terdapat piramida
firaun Joser.
e)
Tulisan
Masyarakat Mesir mengenal bentuk tulisan yang
disebut Hieroglyph berbentuk gambar. Tulisan hieroglyph ditemukan di dinding
piramida, tugu obelisk maupun daun papirus. Huruf hieroglyph terdiri dari
gambar dan lambang berbentuk manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang
memiliki makna. Tulisan ini kemudian berkembang menjadi lebih sederhana yang
dikenal dengan tulisan hieratic dan demotis. Huruf-huruf Mesir itu semula
menimbulkan teka-teki karena tidak diketahui maknanya. Secara kebetulan ketika
Napoleon menyerbu Mesir pada tahun 1799, salah satu anggota pasukannya menemukan
batu besar berwarna hitam di daerah Rosetta.
Batu itu kemudian dikenal dengan nama batu
Rosetta yang memuat inskripsi dalam tiga bahasa. Dengan terbacanya isi batu
Rosetta, terbukalah tabir mengenai pengetahuan Mesir kuno yang kita kenal
sampai sekarang. Selain di batu, tulisan Hieroglyph juga ditemukan di kertas
yang terbuat dari batang papirus.
f)
Sistem Kalender
Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender
bulan berdasarkan siklus peredaran bulan selama 29,5 hari. Karena dianggap
kurang tetap, kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan
bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun
adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu
12 x 30 hari lalu ditambahkan 5 hari.
Penghitungan kalender Mesir dengan sistem Solar
kemudian diadopsi oleh bangsa Romawi menjadi kalender Romawi dengan sistem
Gregorian. Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih penghitungan sistem lunar
menjadi tarik Hijrah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas maka
dapat di simpulkan sebagai berikut :
1.
Bani Isra’il adalah
sebuah komunitas keturunan Isra’il (ya‘quubiyah yuusuf) yang cukup besar
di Mesir. Pada dasarnya, masyarakat Mesir
adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban.
Mereka memiliki kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali
kelompok-kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun
karena mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin
dari kaurnnya kecuali agar mereka menaatinya
sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi tuhan-tuhan berhala banyak
sekali di Mesir.
2.
Nabi Musa as adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan
Bani Isra'il yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Fir'aun yang bersikap
kejam dan zalim. Nabi Musa as
adalah putra Imran bin Qahitsbin ‘Azir bin Lawi bin Yaqub bin Ishaq bin
Ibrahim.
3. Fir‘aun mempunyai isteri yang
bernama Asiah binti Muzahim bin Asad bin Ar-Rayyan Al-Walid yang merupakan raja
Fir‘aun pada masa Nabi Yusuf as. Para pelayan dari isteri Fir‘aun inilah yang
menemukan Nabi Musa as (Musa kecil) yang dihanyutkan oleh ibunya dalam peti
yang terkunci, lalu diserahkannya kepada Asiah. Ia lalu membuka peti tersebut
dan ketika ia melihat wajah NabiMusa as (Musa kecil) yang bersih dan bersinar
dengan cahaya kenabian dan keagungan, ia pun jatuh hati dan ingin mengasuhnya.
Namun Fir‘aun menolaknya dan segera akan membunuhnya karena ia takut kalau anak
inilah yang akan mengambil alih kekuasaannya, hingga akhirnya Asiah memohon
kepada suaminya, Fir‘aun, agar diperkenankan untuk memelihara Nabi Musa as
(Musa kecil) sebagai anak mereka karena mereka saat itu belum memiliki
keturunan
4.
Nabi
Musa as menikah dengan putri Nabi Syu‘aib as setelah permintaan putri Nabi
Syu‘aib as kepada ayahnya agar menjadikannya sebagai pekerja bagi mereka,
karena Nabi Musa as merupakan sosok yang kuat dan dapat dipercaya
5.
Allah
swt memberikan wahyu pertama kali kepada Nabi Musa as dengan cara berbicara
langsung kepadanya, sehingga Nabi Musa as mendapat gelar Kalimatau
Kalimullah(Allah berbicara padanya). Ada dua orang nabi yang berbicara langsung
dengan Allah saat menerima wahyu dan mukjizatNya, yaitu: (1) Nabi Musa as
ketika menerima wahyu dan mukjizatnya
dan (2) Nabi Muhammad saw ketika isra’ mi’raj menerima perintah shalat.
6. Fir’aun pada zaman Nabi Musa adalah raja yang suka
menindas dan menganiaya terhadap kaum Bani Isra’il. Agar jangan sampai
diturunkan dari seorang raja, banyak anak-anak laki-laki yang masih bayi
disembelih, karena khawatir kalau kelak sudah besar akan menjadi musuh yang
bisa merobohkan kerajaannya.
B.
Saran
1.
Setelah
mengetahui tentang sejarah bani israil, kita semakin faham bahwa betapa
pentingnya sebuah peradaban, semakin faham bahwa kekejaman penguasa berakibat
fatal terhadap perkembangan masyarakat.
2.
Setelah
mengetahui sejarah perjuangan nabi musa as kita bisa mengaflikasikan terhadap
perbuatan kita sehari-hari
3.
Adalah
keharusan bagi umat Muhammad SAW untuk mengenal apa yang menjadi
keistimewaannya dibanding dengan umat-umat terdahulu sebelumnya. Dengan
keistimewaan tersebut, akan menjadi paham bagaimana kedudukannya di sisi Allah
SWT. Juga menjadi paham bagaimana mengenal Allah. Dengan mengenal Allah, akan
membuat kita menjadi manusia yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dan
akan naik derajat menjadi hamba-Nya yang mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Mushtafa, Ahmad, al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Daar al-Firk
, Baerut, 1974
14 Al-Maghrubi, Abu Abdurrahman Muhammad Daz bi
Munir. Kisah-Kisah Para Nabi, (Pekalongan: Pustaka Sumayyah 2009), hal 381
15 Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi, (Daar al-Firk , Baerut, 1974) , jilid V dan VI, hal.