Minggu, 24 April 2016

Makalah Pendekatan dalam Pengkajian Islam

URGENSI KITAB IHYA’ ‘ULUM AD DIN
KARYA IMAM AL-GHAZALI

Makalah Pendekatan dalam Pengkajian Islam

Dosen pembimbing:
Dr. H. Umar Ibrahim, M.Ag


Disusun oleh:

ASEP SUPRIATNA




PROGRAM STUDI MAGISTER AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PTIQ JAKARTA
2016




MUKADIMAH

Kitab Ihya’ Ulum ad-Din merupakan salah satu karya monumental yang menjadi intisari dari seluruh karya imam al-Ghazali. Secara bahasa Ihya’ Ulum ad-Din berarti menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Sebagaimana judulnya kitab ini berisi tentang ilmu-ilmu agama yang akan menuntut umat Islam, tidak berorintasi pada kehidupan dunia belaka, akan tetapi kehidupan akhirat yang lebih utama.
Kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din disusun pada waktu ketika umat Islam teledor terhadap ilmu-ilmu Islam, yaitu setelah imam al-Ghazali kembali dari rasa keragu-raguan dengan tujuan utama untuk menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Mengapa demikian? Ketika itu, umat Islam acuh terhadap ilmu-ilmu Islam dan mereka libih asyik dengan filsafat barat. Oleh karena itu, al-Ghazali tergugah hatinya untuk membersihkan hati umat dari kesesatan, sekaligus pembelaan terhadap serangan-serangan pihak luar baik Islam ataupun barat (orentalist) dengan menghadirkan sebuah karya ilmiah ditengah-tengah umat Islam. Dalam makalah ini penulis sengaja akan membahas alasan dan urgensi penulisan kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din, karena kitab ini merupakan kitab yang fenomenal dalam dunia Islam dan banyak dijadikan sebagai rujukan para penulis setelahnya.
·      Rumusan masalah
a)    Apakah yang melatar belakangi Imam al-Ghazali menulis kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din?
b)   Bagaimanakah urgensi daripada kitab Ihya’ ‘Ulum Ad-Din?
·      Hipotesa
 Kitab Ihyā' ‘Ulūm ad-Dīn adalah hasil pengalaman, pengembaraan, penjelajahan, dan pendalaman al-Ghazali di dalam berbagai ilmu. Kitab tersebut adalah hasil karya positif setelah ia ragu (syak) terhadap segala persoalan kepercayaan, dan pada akhirnya keraguan itu sendiri sedikit demi sedikit hilang, berganti dengan keyakinan
Keistimewaan kitab ini adalah memuat semua ilmu-ilmu. Dalam kitab ini, Al-Ghazali menyusun terdiri atas empat rubu’ (Perempatan) yaitu: Rubu’ (seperempat kitab tentang) ibadah, rubu’ (seperempat kitab tentang) adat (kebiasaan), rubu’ (seperempat kitab tentang) hal-hal yang membinasakan, rubu’ (seperempat kitab tentang) hal-hal yang menyelamatkan. Alasan pembagian tersebut adalah karena dua hal, yaitu: pertama, pembangkit asli, bahwa urutan dalam mentahkik dan memahamkan adalah seperti daruri (sesuatu yang mesti) karena ilmu yang diarahkan ke akhirat itu terbagi kepada ilmu mu’amalah dan ilmu mukasyafah. Tujuan dari kitab ini adalah mu’amalah saja, bukan ilmu mukasyafah yang tidak ringan untuk memasukkannya di dalam buku-buku meskipun itu menjadi puncak tujuan para penuntut ilmu dan keinginan pandangan para siddiqin”.


PEMBAHASAN

A.  Alasan penulisan kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din
Berangkat dari keragu-raguan imam al-Ghazali tentang bagaimana iman dalam jiwa itu tumbuh dan berkembang, bagaimana hakikat ketuhanan itu dapat tersingkap atau terbuka bagi umat manusia, bagaimana mencapai pengetahuan sejati (Ilmu Yaqin) dengan cara tanpa berpikir dan logika namun dengan cara ilham dan mukasyafah (terbuka hijab) menurut ajaran tasawuf, maka beliau memutuskan untuk berkhalwat (menyepi) dengan tujuan mujahadah nafsiyah atau melatih nafsunya, namun beliau harus meninggalkannya, dan mengembara dari sebuah kota ke kota lainnya dengan membagi waktu untuk menjalankan ibadah, mengarang, studi dan mencari ilmu. Di tengah pengembaraan inilah beliau menulis kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din.[1]
Al-Ghazali adalah seorang penulis yang produktif. Kegiatannya di bidang tulis menulis tidak pernah berhenti sampai ia meninggal dunia. Kehidupan menyendiri yang dilaluinya tidak membuatnya berhenti menulis. Bahkan pada masa inilah ia menyusun karya yang terkenal Ihya’ ‘Ulum ad-Din. Dalam muqaddimah kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din al-Ghazali mengatakan:
“Ketiga, saya beristikharah kepada Allah SWT mengenai timbulnya cita-cita untuk menulis sebuah buku tentang menghidupkan ilmu-ilmu agama (Ihyā' ‘Ulūm ad-Dīn). Keempat, saya merasa terpanggil untuk memotong keta’ajubanmu wahai pencela yang keterlaluan dalam mencela dari golongan orang-orang yang ingkar, yang berlebih-lebihan dalam mencaci dan mengingkari dari golongan orang-orang yang lalai”. [2]
Alasan-alasan di atas menyebabkan al-Ghazali berpendapat bahwa sibuk menulis kitab adalah penting untuk menghidupkan ilmu-ilmu agama (Islam), membuka tentang jalan-jalan para imam yang terdahulu, dan menjelaskan tujuan-tujuan ilmu-ilmu yang bermanfaat di sisi para Nabi dan ulama salaf yang salih. Kemudian beliau mengatakan :
Adapun ilmu jalan akhirat dan apa yang ditempuh oleh ulama salaf yang salih, yang disebut oleh Allah Yang Maha Suci dalam kitab-Nya dengan fiqh, hikmah, ilmu, cahaya, nur (sinar), hidayah (petunjuk) dan rusyd (petunjuk),maka telah terlipat dari kalangan makhluk dan menjadi sesuatu yang dilupakan. Ketika hal ini menggerogoti agama dan urusan yang gelap gulita maka saya berpendapat bahwa sibuk dengan menulis kitab ini adalah penting untuk menghidupkan ilmu-ilmu agama (Islam), membuka jalan-jalan para imam terdahulu dan menjelaskan tujuan ilmu-ilmu yang bermanfaat di sisi para nabi dan ulama salaf yang salih”. [3]
Selanjutnya al-Ghazali menjelaskan bahwa Kitab Ihyā' ‘Ulūm ad Dīn berbeda dengan kitab-kitab lain dalam lima hal.
Orang-orang telah mengarang beberapa kitab mengenai sebagian pengertian-pengertian ini tetapi kitab ini berbeda dengannya dalam lima hal, yaitu: pertama, menguraikan apa yang masih terbuhuldan membuka apa yang masih global. Kedua, mengurutkan apa yang belum teratur dan mengatur apa yang tercerai berai. Ketiga, Meringkas apa yang mereka panjang lebarkan dan menepatkan apa yang mereka putuskan. Keempat, membuang apa yang mereka ulang-ulang dan menetapkan apa yang mereka tuliskan. Dan kelima, mentahkik urusan-urusan yang samar yang menyebabkan salah faham yang sama sekali belum dikemukakan di dalam buku-buku”. [4]
Jadi, faktor yang melatarbelakangi penyusunan kitab Ihyā' ‘Ulūm ad-Dīn adalah seperti yang nampak pada ciri-ciri utama kitab ini yang dijelaskan sendiri oleh pengarangnya sebagai berikut, yaitu: (a) menganalisis dan menyoroti; (b) menata ulang; (c) memadatkan formulasi; (d) mempertegas dan mempertajam persoalan; (e) melengkapi dalam hal-hal yang terlampau (tercecer) terhadap keseluruhan apa yang telah dan sedang berkembang dalam pertumbuhan dan pembinaan ilmu-ilmu agama (Ulūm ad-Dīn) selama lima abad.
Kitab Ihyā' ‘Ulūm ad-Dīn adalah hasil pengalaman, pengembaraan, penjelajahan, dan pendalaman al-Ghazali di dalam berbagai ilmu. Kitab itu adalah hasil karya positif setelah ia ragu (syak) terhadap segala persoalan kepercayaan, dan pada akhirnya keraguan itu sendiri sedikit demi sedikit hilang, berganti dengan keyakinan. Hal itulah yang kemudian disajikan oleh al-Ghazali kepada kaum muslimin dengan kitabnya yang terkenal di segala penjuru dunia itu.
Namun di tengah-tengah kesibukannya mengajar di Baghdad beliau masih sempat mengarang sejumlah kitab seperti: al-Basit, al-Wasit, al-Wajiz, Khulasah ‘Ilm Fiqh, al-Munqil fi ‘Ilm al-Jadal (Ilmu berdebat), Ma’khaz al-Khalaf, Lubab an-Nazar, Tahsin al-Ma’akhiz dan al-Mabadi’ wa alGayat fi Fann al-Khalaf.[5]
B.  Urgensi kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din
Kitab Ihya' Ulumuddin, buah karya Al Ghazali adalah salah satu karya besar dari beliau dan salah satu karya besar dalam perpusatakaan Islam. Meskipun ada berpuluh lagi karangan Al Ghazali yang lain, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, namun yang menjadi intisari dari seluruh karangan beliau itu ialah kitab Ihya' ‘Ulum ad Din. Imam Sayyid Bakri Adimyathi berkata :
Dan tidak ada yang membantah Ihya’ Ulumiddin itu melainkan orang yang sesat lagi menyesatkan, bahkan berkata sebagian arifin; “Demi Allah, jika sekiranya Allah bangkitkan orang mati niscaya tidaklah mereka berpesan terhadap mereka yang hidup, melainkan dengan apa yang ada dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Din, dan di dalamnya ada manfa’at pelajar pemula, tinggi, dan tawassuth (sedang/tengah-tengah) karna di dalamnya disebutkan perkara yang patut untuk tiga golongan tersebut”. Tetaplah kalian dengan melazimkan Kitab Ihya’ Ulum ad-Din, karna dia itu tempat “pandangan” Allah dan keridloan-Nya. maka barangsiapa yang mencintainya dan menelaahnya serta mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, maka sesungguhnya Ia telah berhak memperoleh kecintaan Allah dan kecintaan Rosul-Nya, kecintaan malaikat malaikat-Nya, kecintaan para Nabi-Nya, kecintaan para Wali-Nya, dan berarti Ia telah menjadikan antara Syari'at, Thoriqot, dan Hakikat di dunia dan akhirat dan jadilah Ia orang yang alim di alam malakut”.[6]
Dalam menyusun kitab Ihyā' ‘Ulūm ad-Dīn ini, pada dasarnya al-Ghazali memakai sistematika ilmu fiqih dengan pengelompokan arba’iah (terdiri dari empat rub’), yaitu: Rubu’ (seperempat kitab tentang) ibadah, rubu’(seperempat kitab tentang) adat (kebiasaan), rubu’ (seperempat kitab tentang) hal-hal yang membinasakan, rubu’ (seperempat kitab tentang) hal-hal yang menyelamatkan. Alasan pembagian tersebut adalah karena dua hal, yaitu: pertama, pembangkit asli, bahwa urutan dalam mentahkik dan memahamkan adalah seperti daruri (sesuatu yang mesti) karena ilmu yang diarahkan ke akhirat itu terbagi kepada ilmu mu’amalah dan ilmu mukasyafah,[7]seperti yang dikatakan sendiri dalam mukaddimah kitabnya dengan Taswīr al-kitāb bi sūrah al-fiqh. Tetapi al-Ghazali melakukan rekonstruksi atas setiap rub’ dengan penataan baru pada materi-materinya. Al-Ghazali memberikan landasan pokok bagi ibadah-ibadah yang lazimnya dimulai dengan pembahasan “thaharah” kemudian “shalat”, dan seterusnya dengan landasan ilmu dan iman (kepercayaan).
Karena kekhususan-kekhususan kitab ini, Ada dua hal mengapa al-Ghazali mengasaskan kitab ini pada empat rub’(perempatan).
“Maka inilah kekhususan-kekhususan kitab ini yang memuat semua ilmu-ilmu ini. Sesungguhnya yang membawa saya untuk mengasaskan kitab ini pada empat rub’(perempatan) adalah dua hal, yaitu: pertama, pembangkit asli, bahwa urutan dalam mentahkik dan memahamkan adalah seperti daruri (sesuatu yang mesti) karena ilmu yang diarahkan ke akhirat itu terbagi kepada ilmu mu’āmalah dan ilmu mukāsyafah. Yang saya maksud dengan ilmu mukāsyafaha dalah sesuatu yang dari padanya dituntut menyingkap sesuatu yang diketahui (ma’lum), dan yang saya maksud dengan ilmu mu’āmalahadalah sesuatu yang dari padanya dituntut mengetahui serta mengamalkannya. Tujuan dari kitab ini adalah mu’āmalah saja, bukan ilmu mukāsyafah yang tidak ringan untuk memasukkannya di dalam buku-buku meskipun itu menjadi puncak tujuan para penuntut ilmu dan keinginan pandangan para siddiqin”. [8]
Dengan demikian kitab Ihya’ ‘Ulum Ad Din dengan kajian pembahasannya yang menarik, dan mencakup segala aspek keilmuan, sangatlah cocok dipelajari bagi setiap tingkatan. Kitab ini lebih menekankan amaliah syariah (perbuatan yang sesuai dengan syariat) agar pembaca selalu berpegang teguh pada aturan syariat Islam yang murni sesuai dengan tuntunan al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
KESIMPULAN

          Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kitab Ihyā' ‘Ulūm ad-Dīn adalah merupakan sebuah karya hasil dari pengalaman, pengembaraan, penjelajahan, dan pendalaman al-Ghazali di dalam berbagai ilmu. Kitab itu adalah hasil karya positif setelah ia ragu (syak) terhadap segala persoalan kepercayaan, dan pada akhirnya keraguan itu sendiri sedikit demi sedikit hilang, berganti dengan keyakinan
Keistimewaan kitab ini adalah memuat semua ilmu-ilmu. Dalam kitab ini, Al-Ghazali menyusun terdiri atas empat rubu’ (Perempatan) yaitu: Rubu’ (seperempat kitab tentang) ibadah, rubu’(seperempat kitab tentang) adat (kebiasaan), rubu’ (seperempat kitab tentang) hal-hal yang membinasakan, rubu’ (seperempat kitab tentang) hal-hal yang menyelamatkan. Alasan pembagian tersebut adalah karena dua hal, yaitu: pertama, pembangkit asli, bahwa urutan dalam mentahkik dan memahamkan adalah seperti daruri (sesuatu yang mesti) karena ilmu yang diarahkan ke akhirat itu terbagi kepada ilmu mu’amalah dan ilmu mukasyafah. Tujuan dari kitab ini adalah mu’amalah saja, bukan ilmu mukasyafah yang tidak ringan untuk memasukkannya di dalam buku-buku meskipun itu menjadi puncak tujuan para penuntut ilmu dan keinginan pandangan para siddiqin”.

DAFTAR PUSTAKA

Adimyathi, Sayyid Bakri, Kifayatul Atqiyaa wa Minhaj al Syfiyaa, Semarang: Thoha Putra, t.th.
al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jld. I, Semarang: Thoha Putra, t.th.
Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh at-Tuwanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, terj. M. Arifin, Judul Asli: Dirasatun Muqāranatun fit-Tarbiyatil Islamiyyah, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. 2
Hasan, Sulaiman, Fathiyah, Sistem Pendidikan versi al-Ghazali, terj.Fathur Rahman dan Syamsuddin Asyrafi, Judul Asli: al-Madzhabut Tarbawi indal Ghazali, Bandung: Alma’arif, 1986, Cet. 1





[1] Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan versi al-Ghazali, terj.Fathur Rahman dan Syamsuddin Asyrafi, Judul Asli: al-Madzhabut Tarbawi indal Ghazali,(Bandung: Alma’arif, 1986), Cet. 1, hal. 133
[2]Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jld. I, (Semarang: Thoha Putra, t.t.), hal.2
[3]Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jld. I, hal.3
[4] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jld. I, hal.4
[5] Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh at-Tuwanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, terj. M. Arifin, Judul Asli: Dirasatun Muqāranatun fit-Tarbiyatil Islamiyyah,(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. 2, hlm. 131.
[6] Sayyid Bakri Adimyathi, Kifayatul Atqiyaa wa minhaj al Syfiyaa, Semarang: Thoha Putra, t.t., hal 98
[7] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jld. I, hal.5
[8] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jld. I, hal.4-5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar