Selasa, 30 Mei 2017

Makalah Tafsir Pendidikan

PENDIDIKAN USIA LANJUT MENURUT PERSPEKTIF
TAFSIR AL-QURAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Istilah untuk manusia yang usianya sudah lanjut belum ada yang baku. Orang sering menyebutnya manusia usia lanjut ( manula), lanjut usia  ( lansia), ada yang menyebut golongan lanjut umur  ( glamur), usia lanjut  (usila), bahkan di Inggris menyebutnya dengan istilah dengan warga negara senior. Namun dalam Islam masa ini disebut syaikh.
Konsep pembelajaran dalam Islam bahwa belajar tidak mengenal usia, sesuai dengan hadis yang ada pada landasan diatas. Maka sesunggunya pada usia ini seseorang harus tetap belajar, yang tentunya dilakukan dalam keluarga. Pada masa ini orang tua bisa belajar pada anak-anaknya atau pada masa ini orang tua memberikan pembeljaran pada anak-anaknya. Karena sesunggunya belajar sepanjang hayat bukan hanya belajar tapi juga memberikan pembelajaran. Orang tua yang memilki banyak ilmu maka ia akan semakin bijak dalam mengambil keputusan dalam setiap masalah yang dihadapi dalam hidupnya.
Mempunyai umur diatas 60 tahun adalah sebuah anugrah, tetapi sekaligus suatu cobaan. Mengapa demikian, karena sesuai sabda nabi Muhammad SAW : “ Sebaik-baiknya kamu ialah orang yang panjang umur dan panjang pula amalnya”. ( HR. At-Tirmizdi). Sehingga orang yang dikaruniai usia panjang dikatakan mendapat anugrah karena masih diberi kesempatan oleh Allah untuk banyak beramal dan beribadah kepadaNya, dan mendapat suatu cobaan karena pada saat usia lanjut, tubuh manusia semakin rapuh,  mudah terserang penyakit, dan lain-lain, sehingga intensitas dalam beramal dan beribadah kepada Allah semakin berkurang.
B.  Rumusan Masalah
Bagaimana Pendidikan Usia Lanjut menurut perspektif Tafsir Al-Quran?




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Lanjut Usia
Secara teoritis, usia tua dimulai antara 60/65 tahun sampai meninggal.[1]  Usia ini merupakan periode yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia ini digambarkan dalam al-Hadits yang artinya sebagai berikut “Masa penilaian umur umatku adalah 60 hingga 70”. (HR Muslim dan Nasai’). Mereka berkata : “ Ya Rasulallah, berapakah ketetapan umur-umur umatmu ?” jawab Rasulullah : “Tujuh Puluh” mereka bertanya lagi : “Ya Rasulallah bagaiman dengan umur  delapan puluh?” dan jawab beliau : “ Sedikit sekali umatku yang dapat mencapainya. Yang Semoga Allah merahmati orang-orang  yang mencapai delapan puluh”. (HR Hudzaifah Ibn Yamani).[2]
Lansia adalah usia selepas usia dewasa, kalau usia dewasa  umur kira-kira 20/21 tahun sampai 40 tahun, maka lanjut adalah usia 41 tahun keatas sampai meninggal dunia. DR. Sarlito W Sarwono membagi kehidupan tua menjadi tiga periode , yaitu periode virilitas, pra semenium, dan senectus. Masing-masing periode tahap itu mempunyai ciri-ciri atau karaktreristik sendiri-sendiri.
1.    Tahap Virilitas (40-55 tahun)
Tahap ini adalah masa kritis dan dikenal dengan istilah remaja kedua. Pria pada tahap ini sudah mencapai segala sesuatu yang dicita-citakan. Kedudukan, uang, keluarga dan sebagainya. Ia sudah membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia memang pria sejati. Tetapi pada saat yang pula proses penuaan melanda dirinya. Berbagai penyakit mulai menyerang, dan perubahan fisik juga mulai terjadi.[3]
2.    Tahap Pra Semenium ( 55-65 tahun)
Usia ini merupakan usia pensiun. Laki-laki kehilangan pekerjaannya, status sosialnya, fasilitas, materi, anak-anak (sudah besar dan pergi dari rumah)dan sebagainya. Teman-teman dan relasinya tidak mengunjunginya. Ia jadi kesepian. Bersamaan dengan  itu kesehatannya akan makin mundur. Khususnya pada laki-laki yang tidak mempersiapkan diri dengan baik pada tahapan virilitas, tahap ini menyebabkan depresio ( tekanan jiwa) dan  apatio  ( lebih senang dan melamun).
3.    Tahap Senectus ( diatas 65 tahun)
Orang-orang  yang sukses dalam tahapan virilitas biasanya tenang pula memasuki tahap yang terakhir ini. Kondisi kesehatan mereka tidak banyak terganggu, sehingga usia mereka bertambah panjang. Yang penting adalah bahwa pada tahap ini seorang pria harus bisa melihat dunianya dari sudut positif , melihat dari segi-segi baiknya. Kemampuan ini hanyalah dapat diperoleh “ melalui latihan dan persiapan yang lama”. Yang  paling tidak disukai oleh pria  pada usia senectus adalah banyaknya teman-teman yang meninggal dunia satu persatu.[4]
Menurut Saparinah Sadli, istilah usia melewati umur40 tahun wanita mengalami beberapa hal anatara lain:[5]
1)      Dalam diri wanita ditinjau dari teori psikoanalisa terjadinya perubahan psikologi yang disebut juga perubahan kehidupan, perubahan itu meliputi perubahan jasmaniah ( mudah menjadi gemuk, lebih cepat capai, haid mulai tidak teratur, dan lain sebagainya), perubahan dalam gaya hidup dan peranannya, dan sering kali perubahan persepsi orang lain mengenai dirinya ( oleh suami, anak, mertua, misalnya dikatakan sekarang ini cerewet, suka ikut campur urusan orang lain, dan lain sebagainya).
2)      Perubahan lain ialah datangnya menopause yang merupakan suatu manifestasi kemampuan reproduktifnya telah berakhir.
Pada waktu menopause ini, mulai muncul tanda-tanda ketuaan seperti keriput pada wajah, terjadinya kantung mata, tumbuhnya uban, dan sebagainya.Pada saat ini pula sebagian wanita mengalami depresi yaitu gangguan jiwa pada seseorang yang ditandai dengan perasaan yang merasa seperti muram, sedih, perasaan tertekan.[6]
Berkenaan dengan landasan belajar bagi usia lanjut, maka konsep pendidikan sepanjang hayat ( life long education) dapat dijadikan sebagai landasan. Seperti dikemukakan oleh D. Sudjana berikut ini:
“ Pendidikan sepanjang hayat dapat dijabarkan kedalam program-program pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dalam prakteknya program-program dalam jalur pendidikan luar sekolah dipandang oleh sebagian pakar pendidikan lebih mampu mengembangkan kehadirannya untuk  mengkondisikan tumbuhnya kesadaran, minat dan semangat masyarakat untuk melaksanakan kegiatan belajar yang berkesinambungan”.
Memperhatikan pendapat ahli diatas, pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu proses pendidikan khususnya dalam hal ini warga belajar usia lanjut, agar mereka dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan kebutuhan, perkembangan dan lingkungan sekitar.
Jika dilihat dari karakteristik pendidikan sepanjang hayat yang dikemukakan oleh Dave dalam bukunya Life Long Education and School Curriculum, maka diperoleh gambaran bahwa : pendidikan usia lanjut merupakan pendidikan yang diberikan bagi warga belajar usia lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak terbatas pada usia dan berakhir pada saat berakhirnya pendidikan sekolah, akan tetapi merupakan proses sepanjang hayat yang mencakup keseluruhan waktu hidup seseorang atau sekelompok orang (warga belajar usia lanjut).[7]
B.  Pendidikan Usia Lanjut Perspektif Tafsir Al-Quran     
Sebenarnya prinsip pendidikan seumur hidup bukanlah hal yang baru di kalangan umat Islam. Ungkapan seperti “tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat” merupakan pepatah yang cukup populer sejak periode Islam. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia sepanjang hidupnya dihadapkan kepada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya ke jurang kehinaan.[8]
Dalam hal ini dituntut kedewasaanm manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan yang telah dilakukan, di samping itu selalu memperbaiki kualitas dirinya.
Mengenai pendidikan usia lanjut, disinggung dalam Firman Allah surat az-Zumar ayat 9, yang berbunyi:
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ  
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
Menurut al Maraghi, perkataan tersebut dinyatakan dengan susunan pertanyaan (istifham) untuk menunjukkan bahwa orang-orang yang mencapai derajat kebaikan tertinggi; sedang yang lain jatuh ke dalam jurang keburukan. Dan hal itu tidaklah sulit dimengerti oleh orang-orang yang sabar dan tidak suka membantah. Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa hal tersebut hanyalah dapat dipahami oleh orang-orang yang mempunyai akal. Karena  orang-orang yang tidak tahu seperti telah disebutkan dalam hati mereka terdapat tutupsehingga tidak dapat memahami suatu nasehat dan tidak berguna bagi mereka suatu peringatan. Firman-Nya :
$yJ¯RÎ) ã©.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ

Sesungguhnya  yang dapat mengambil pelajaran dari hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruti nasehat-Nya dan dapat memikirkannya, hanyalah orang-orang yang mempunyai akal dan pikiran yang sehat, bukan orang-orang yang bodoh dan lalai. Pelajaran yang dimaksud dapat berasal dari pengalaman hidupnya atau daritanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di alam semesta beserta isinya, atau yang terdapat dalam dirinya serta kisah-kisah umat yang lalu.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa orang-orang yang berakal dan berfikiran sehat akan mudah mengambil pelajaran, dan orang-orang yang seperti itu akan memiliki akal pikiran sehat serta iman yang kuat.[9] Dengan demikian belajar itu hukumnya wajib selama masih memiliki akal dan fikiran.
Dalam Tafsir Departemen Agama Republik Indonesia, Perintah yang sama diberikan Allah kepada Rasul Nya agar menanyakan kepada mereka apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Yang dimaksud dengan orang-orang yang mengetahui ialah orang-orang yang mengetahui pahala yang akan diterimanya, karena amal perbuatannya yang baik, dan siksa yang akan diterimanya apabila ia melakukan maksiat. Sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui ialah orang-orang yang sama sekali tidak mengetahui hal itu, karena mereka tidak mempunyai harapan sedikutpun akan mendapat pahala dari perbuatan baiknya, dan tidak menduga sama sekali akan mendapat hukuman dan amal buruknya.
Di akhir ayat Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran, baik pelajaran dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga terdapat pada dirinya atau suri teladan dari kisah umat yang lalu.[10]
Mengenai pendidikan usia lanjut, disinggung juga dalam Firman Allah surat al-Maidah ayat 39:
`yJsù z>$s? .`ÏB Ï÷èt/ ¾ÏmÏHø>àß yxn=ô¹r&ur  cÎ*sù ©!$# ÛUqçGtƒ Ïmøn=tã 3 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÌÒÈ  
“Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. al-Maidah: 39)
Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya.
Al Qur’an sendiri dalam surat Al Kahfi,109.  yang artinya : “katakanlah (Muhammad), “seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai( penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” 
Ayat di atas menyatakan demikian itu tiada batas nikmat Tuhan dapat kita menghitungnya. Semakin kita mempelajari ilmu pengetahuan, maka semakin luas pengetahuan kita. Namun semakin pula kita tahu begitu banyak yang tidak kita ketahui. 
Menurut Ibn ‘Abbas, Ayat ini diturunkan berkaitan dengan pernyataan (sabda) Nabi saw ; وما اتيم العلم الا قليلا  yang disampaikan kepada orang-orang Yahudi. Mendengar per-nyataan ini mereka bertanya: Bagaimana kami diberikan ilmu sedikit, padahal kami telah diberikan kitab Taurat. Dari kasus ini, turunlah ayat 109 dari QS. al-Kahfi.[11]
Dari ayat di atas kita perlu bercermin, ilmu pengetahuan yang kita miliki sekarang hanyalah sedikit sekali dari yang telah digariskan Allah SWT. Nikmat yang dilimpahkannya tidak dapat kita ukur dengan pengetahuan kita. Sekali-kali kita patut menginstrospeksi siapa dan bagaimana kita. Cukupkah yang kita miliki menjadi tujuan hidup kita? Kemana kita akan kembali setelah kehidupan ini berakhir? 
Pertanyaan ini mesti hadir dalam diri manusia untuk mengetahui jati dirinya. Kehidupan kita tidaklah berhenti sampai menamatkan Sarjana (S1) dan (S2) saja, tidak pula sampai berumah tangga dan mempunyai banyak anak. Kehidupan memang bergulir demikian. Namun, untuk apa kita berpendidikan? Untuk apa kita berkeluarga? 
Bila kita mau mengheningkan pikiran usai melaksanakan shalat malam. Berhentilah sejenak untuk menjernihkan pikiran. Tanyalah pada diri sendiri siapa diri ini dan hendak kemana? Ini memungkinkan kita untuk memperoleh petunjuk dari Sang Maha Kuasa. Disaat inilah suasana hening bening menyapu malam. Ketika itu malaikat-Nya menyusuri malam mencari dimana seorang soleh bertafakur mengharap ampunan dan petunjuk Ilahi.
Kewajiban mencari ilmu itu tidak memandang batasan usia, melainkan seumur hidup. Ada pun Sabda Nabi SAW:
(رواه مسلم) الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْد  أُطْلُبُوا
 “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”(HR. Muslim)




BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)   Lansia adalah usia selepas usia dewasa, kalau usia dewasa  umur kira-kira 20/21 tahun sampai 40 tahun, maka lanjut adalah usia 41 tahun keatas sampai meninggal dunia. Berkenaan dengan landasan belajar bagi usia lanjut, maka konsep pendidikan sepanjang hayat  (life long education) dapat dijadikan sebagai landasan, Karena pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu proses pendidikan khususnya dalam hal ini warga belajar usia lanjut, agar mereka dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan kebutuhan, perkembangan dan lingkungan sekitar.
2)   Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa orang-orang yang berakal dan berfikiran sehat akan mudah mengambil pelajaran, dan orang-orang yang seperti itu akan memiliki akal pikiran sehat serta iman yang kuat. Dengan demikian belajar itu hukumnya wajib selama masih memiliki akal dan fikiran.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Husayn al-Wahidiy, Asbab al-Nuzul (Beirut: Dar al-Fikr, 1991
Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1993
Departemen Agama Republik Indonesia, Tafsir Depag, Jilid VIII
M Muliono, Anton, Dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen P & K dan Balai Pustaka. 1991.
Mappiere, Andi. Psikologi Orang Dewasa Bagi Penyesuaian dan Pendidikan.Surabaya: Usaha Nasional.1983.
Purwakania Hasan, Aliah B. Psikologi Perkembangan Islami.Jakarta: Raja Grafindo Persada.2006.
Saparina Sadli, Kondisi Psikologis Wanita Usia Remaja, Jakarta : Sinara Harapan, 1991
W Sarwono, Sarlito, DR. Perkembangan Jiwa Pria dalam Diatas 40 Tahun.Jakarta: Sinar Harapan. 1991.
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN/ SUPRAYOGI/Pendidikan/ Usia Lanjut.pdf.29/11/2010



[1] Andi Mappiere, Psikologi Orang Dewasa Bagi Penyesuaian dan Pendidikan,(Surabaya: Usaha Nasional,1983),hlm.238.
[2] Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami,( Jakarta: Raja Grafindo Persada,2006), hlm. 117.
[3] DR Sarlito W Sarwono, Perkembangan Jiwa Pria dalam Diatas 40 Tahun,( Jakarta: Sinar harapan. 1991 ),hlm.40-41.
[4] Sarlito W Sarwono, Perkembangan Jiwa Pria dalam Diatas 40 Tahun, Jakarta: Sinar harapan. 1991 ,hlm.42
[5] Saparina Sadli, Kondisi Psikologis Wanita Usia Remaja,  Jakarta : Sinara Harapan, 1991, hlm.28
[6] Anton M Muliono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Departemen P & K dan Balai Pustaka, 199, hlm. 225.
[7]http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN/ SUPRAYOGI/Pendidikan/ UsiaLanjut.pdf.29/11/2010
[8] Munzier Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKIS, 2003, hlm. 28
[9] Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1993, hal. 277-279.
[10] Departemen Agama Republik Indonesia, Tafsir Depag, Jilid VIII , h. 416
[11] Abu Husayn al-Wahidiy, Asbab al-Nuzul (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), hal. 4.