Selasa, 30 Mei 2017

Makalah Filsafat Ilmu

PEMIKIRAN DEMOCRITUS
DAN TAKDIR

Dosen : Dr. Abdul Muid N, MA

Disusun Oleh :
ASEP SUPRIATNA




PEMBAHASAN

A.  Riwayat Hidup Democritus
Domocritus lahir di kota Abdera di pesisir Thrake di Yunani Utara. Karena ia berasal dari keluarga yang kaya raya, maka dengan kekayaannya itu ia bepergian ke Mesir dan negeri-negeri Timur lainnya. Ia hidup kira-kira dari tahun 460 SM sampai tahun 370 SM. Ia berasal dari keluarga kaya raya. Pada masa mudanya, ia melakukan perjalanan ke Mesir dan negeri-negeri timur lainnya sehingga menambah luas wawasan dan pengetahuannya. Di negeri-negeri yang dia kunjungi, Demokritos banyak melakukan studi. Dari karya-karyanya ia telah mewariskan sebanyak 70 karangan tentang bermacam-macam masalah, seperti kosmologi, matematika, astronomi, logika, etika, tehnik, musik, puisi, dan lain-lainnya. Sehingga ia dipandang sebagai seorang sarjana yang menguasai banyak bidang.[1]
Pemikirannya, bahwa realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur, dan jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian materi yang sangat kecil, sehingga indra kita tidak mampu untuk mengamatinya, dan tidak dapat dibagi lagi. Unsur-unsur itu dikatakan sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain karena tiga hal: bentuknya, urutannya, dan posisinya. Atom-atom ini tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan, tidak berubah, dan tidak berkualitas.Dari banyak karya yang berhubungan dengannya, masih ada sekitar 300 fragments. Dalam fragmen-fragmen tersebut kebanyakan berbicara tentang filsafat moral.
Pemahaman akan teori “atomisme” dari Demokritos tergantung dari pendapat-pendapat dan kritikan Aristoteles atas Demokritos. Sebenarnya, bukan Demokritos yang menemukan “atomisme”. Leukippos-lah, gurunya, yang menemukan. Sayangnya, Leukippos tidak banyak meninggalkan laporan atau tulisan. “Menurut beberapa orang, Leukippos berasal dari Elea, sementara menurut orang lain ia berasal dari Abdera; ia dulu adalah murid Zenon”.
Demokritos dipandang sebagai seorang sarjana yang menguasai banyak lapangan keahlian. Pengaruh mazhab Elea dan Pythagoras sangat mencolok dalam pemikirannya. Anekdot yang hidup di zaman kuno menjulukinya “filsuf yang tertawa” sebagai lawan dari Heraklitos, “filsuf yang menangis”. Demokritos mewarisi banyak tulisan filosofis dan pengetahuan ensiklopedia tentang alam, struktur dunia, manusia, roh, pengenalan inderawi, warna, namun hampir semua teks itu hilang. Yang tersisa hanyalah beberapa fragmen.
Sebetulnya, Demokritos tidak boleh dihitung lagi sebagai filsuf pra-sokratik, karena usianya lebih muda dari Sokrates. Tetapi ada beberapa alasan yang menyebabkan bahwa Demokritos sebaiknya dibicarakan dalam rangka filsafat pra-sokratik. Pertama, Demokritos merupakan murid Leukippos, yang termasuk dalam filsafat pra-sokratik. Ajaran Leukippos tentu tidak dapat dipisahkan dari ajaran Demokritos yang tidak dipengaruhi oleh filsafat gaya baru yang berkembang di Athena dalam kalangan Sokrates. Kedua, di Athena, filsafat Demokritos cukup lama tidak dikenal. Plato tidak mengetahui atomisme, tetapi Aristoteles, yang juga berasal dari Yunani Utara, menaruh perhatian besar untuk pandangan atomisme.
Karya Demokritos diperoleh dari laporan orang kedua, yang kadang-kadang tidak dapat diandalkan atau bertentangan. Sebagian besar bukti terbaik adalah bukti yang dilaporkan oleh Aristoteles, yang menghormatinya sebagai saingan penting di dalam filsafat alam. Aristoteles menulis sebuah risalah pada Demokritos, hanya beberapa paragraf dikutip dalam sumber-sumber lain yang masih ada. Demokritos tampaknya mengambil alih dan menyusun pandangan Leukippos, atas beberapa yang ia ketahui. Meskipun ada kemungkinan untuk membedakan beberapa sumbangan karya-karya Lekippos, kebanyakan laporan besar menunjuk, baik mereka berdua, maupun Demokritos sendiri; pengembang sistem atomis pada dasarnya sering dianggap Demokritos.[2]
Diogenes Laertius mendaftar banyak karya Demokritos di berbagai bidang, termasuk etika, fisika, matematika, musik dan kosmologi.[3] Dua karya, the Great World System dan the Little World System, kadang-kadang dianggap berasal dari Demokritos, meskipun Theophrastus melaporkan bahwa yang lebih dulu adalah oleh Leukippos (DK 68A33). Ada ketidakpastian lebih banyak lagi mengenai keaslian laporan atas pembicaraan etika Demokritos. Dua kumpulan pembicaraan yang tercantum dalam abad kelima sebelum masehi antologi Stobaeus, satu dianggap berasal dari Demokritos dan yang lain dianggap berasal dari yang lain yang tidak dikenal filsuf penganut Demokritos.
B.  Teori Atom
Demokritus memiliki pandangan yang berbeda datri para filusuf sebelumnya mengenai prinsip dasar alam semesta. Pokok pandangannya adalah sebagai berikut: “prinsip dasar alam semesta adalah atom-atom dan kekosongan”. Pemikiran yang lainya yaitu tentang jiwa yang terbentuk dari atom-atom, dan tentang etika. Mengenai etika ia berpendapat bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kesempurnaan batin (euthymia). Hal ini didapat ketika, manusia hidup dalam keseimbangan berbagai faktor, kesenangan dan kesusahan, serta kenikmatan dan pantangan, keseimbangan ini perlu diusahakan, dan yang bertugas mengusahakan keseimbangan ini adalah rasio.[4]
Di satu pihak, seperti Empedokles dan Anaxagoras, Leukippos dan Demokritos pun berpendapat bahwa realitas seluruhnya bukanlah satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Tapi, di lain pihak mereka bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras dalam hal pembagian sampai tak berhingga. Leukippos dan Demokritos berpikir bahwa ketika membagi-bagi sebuah benda, pembagian itu akan sampai pada unsur-unsur yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Maka dari itu, unsur-unsur tersebut diberi nama atom.
Menurut pendapatnya, atom-atom itu selalu bergerak, berarti harus ada ruang kosong. Sebab satu atom hanya dapat bergerak dan menduduki satu tempat saja. Sehingga Democritos berpendapat bahwa realitas itu ada dua, yaitu atom itu sendiri (yang penuh) dan ruang tempat atom bergerak (yang kosong).[5]
Demokritos adalah murid leukipos, dan sama dengan pendapat gurunya bahwa ala mini terdiri dari atom-atom yang bergerak-gerak tanpa akhir,dan jumlahnya sangat banyak. Demokritos sependapat dengan heraklitos, bahwa anasir yang pertama adalah api. Api terdiri dari atom yang sangat halus, licin dan bulat. Atom apilah yang menjadi dasar dalam segala yang hidup. Atop api adalah jiwa. Jiwa itu tersebar keseluruh badan kita, yang menyebabkan badan kita kita bergerak. Waktu menarik nafas, kita tolak ia keluar. Kita hidup hanya selama kita bernafas.[6]
Atom berasal dari kata atomos, a berarti tidak dan tomos berarti terbagi. Jumlah atom tidak berhingga. Atom-atom merupakan bagian-bagian materi yang begitu kecil sehingga tidak dapat diinderai.[7] Perbedaan yang lain lagi dengan anasir-anasir Empedokles dan benih-benih Anaxagoras adalah bahwa atom-atom itu sama sekali tidak memiliki kualitas tertentu, misalnya panas, dingin, kering lembab, manis, atau pahit. Semua atom sama. Atom yang satu berbeda dari atom yang lain karena ukuran dan bentuknya.
Demokritos memberikan bentuk kepada setiap rasa. Ia mengatakan bahwa yang manis terbuat dari apa yang berbentuk bulat dan memiliki ukuran yang proporsional; yang pahit terbuat dari apa yang besar, kasar, dan polygonal serta tidak bulat; yang asam, sebagaimana namanya menujukkan, terbentuk dari apa yang tajam, bersudut banyak, bengkok dan halus; rasa yang kasar terbentuk dari apa yang berbentuk bulat sekaligus halus, bersudut tajam dan bengkok; yang asin terbentuk dari apa yang berbentuk tajam, tidak terlalu besar, berkelok-kelok, dan kecil ukurannya; yang rasa lemak terbuat dari apa yang halus, bulat dan kecil (Theophrastes, de caus. plant VI 16).
Seperti Empedokles dan Anaxagoras, para atomis juga mengembangkan ajaran materialistis tentang perubahan (genesis). Tidak ada perubahan secara kualitatif, yang ada hanyalah perubahan kuantitatif. Atom-atom yang tidak memiliki kualitas itu bisa berbeda konsentrasinya di tempat yang berbeda-beda. Perubahan kualitatif, seperti panas atau dingin, keras atau lunak, pahit atau manis, atau warna tidak lain merupakan perubahan jumlah atau perubahan lokasi dari atom-atom itu. Perubahan kualitatif hanyalah kesan yang ditangkap secara subyektif oleh panca indera. Indera menerjemahkan teks alam yang bersifat kuantitatif dan obyektif itu ke dalam bahasa subyektif yang melukiskan kualitas-kualitas. Kualitas-kualitas hanya sebenarnya hanya terdapat pada si subyek saja.
Dengan kata lain, kualitas-kualitas bersifat subyektif, meksipun diakibatkan oleh sesuatu yang obyektif, yakni atom-atom.[8] Misalnya, berkurangnya jumlah atom di satu titik ditafsirkan oleh indera sebagai “lunak” atau “asam”.  Bagi Demokritos, perubahan dalam arti sesungguhnya adalah proses di mana atom-atom (sebagai elemen terakhir yang tak terbagikan lagi) saling bertabrakan secara niscaya, mengikuti hukum mekanis, untuk berkumpul atau bertebaran tanpa memiliki tujuan apa pun. Seperti permainan LEGO, elemen-elemennya bisa digunakan secara tak terbatas untuk mendapatkan macam-macam konstruksi secara tak terbatas.
Dari sifat-sifat atom yang dimodelkan, tentunya yang paling penting adalah bahwa atom tidak dapat dibagi. Namun apa sebenarnya yang dimaksud Democritus dengan “tidak dapat dibagi”? Artinya adalah salah satu dari dua interpretasi:[9]
a) tidak mungkin secara fisika untuk membagi suatu atom.
b) tidak mungkin secara logis dan konseptual untuk membagi suatu atom.
Perbedaan dari kedua pandangan ini adalah pada (a), sebuah atom masih mungkin mempunyai bagian yang lebih kecil. Tetapi, bagian itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara fisis. Secara matematis atom masih dapat dibagi, seperti kata Burnet, “Kita harus mengamati bahwa atom tidak secara matematis tidak dapat dibagi, karena atom mempunyai magnituda; namun atom secara fisika tidak dapat dibagi, karena atom tidak mengandung tempat kosong”. Kenyataan bahwa atom-atom berbeda-beda dalam berat juga memperkuat argumen ini.
Sedangkan pada (b), tidak ada artinya untuk berbicara tentang “bagian” dari suatu atom, karena hal itu tidak ada sama sekali. Kalau seseorang bermaksud membagi atom menjadi bagian-bagiannya, dia akan mendapatkan bahwa ketidakmampuannya adalah bukan teknologis melainkan konseptual. Kata Guthrie, “Democritus berpendapat bahwa atom, bukan hanya sangat kecil tetapi partikel yang terkecil, bukan hanya terlalu kecil untuk dibagi secara fisis tetapi juga tidak bisa dibagi secara logis”. 
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Democritus berkata bahwa atom ada berbagai jenis yang akan menunjukkan sifat dari suatu benda. Kalau atom itu hanya satu jenis, dengan berat dan ukuran yang sama, maka alam akan seragam di semua tempat, tidak ada yang membedakan satu sama lain. Tetapi kita tahu ada benda yang keras, ada yang ringan, ada yang berwarna merah, ada yang rasanya manis.
Para atomis awal berpikir bahwa perbedaan berat dan ukuran adalah yang menyebabkan keanekaragaman tersebut. Mereka mengandaikan rasa manis adalah dari atom yang berbetuk bulat, rasa asam dari atom yang kasar dan bersudut banyak. Rasa asin berasal dari atom berukuran besar yang “terputar-putar” dan atom pahit berasal dari atom kecil yang bengkok. Dan atom yang terasa berminyak adalah atom yang halus, kecil dan bundar.
Para atomis berpendapat bahwa atom-atom itu selalu bergerak. Leukippos dan Demokritos menganggap gerak atom sebagai gerak spontan karena tidak mengenakan berat pada atom-atom. Demokritos membandingkan dengan apa yang terlihat, sinar matahari yang memasuki kamar yang gelap gulita melalui celah-celah jendela, atau debu yang bergerak ke semua jurusan, meski tidak ada angin yang membuatnya bergerak. Atom juga bergerak ke segala arah. Kadang-kadang, secara kebetulan begitu saja, atom itu saling bertabrakan, saling menyenggol dan mendorong satu sama lainya, saling tersudutkan bersama-sama, bertumpukan membentuk sebuah konglomerat (latin: conglomero berarti mengumpulkan),  bertumpuk-tumpuk, lalu menampak menjadi tubuh yang kelihatan, dan dengan cara demikianlah kosmos kita terbentuk. Para atomis merasa tidak perlu untuk menjelaskan penyebab yang mengakibatkan gerak tersebut. Kembali mereka bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras atas pendapatnya mengenai Cinta dan Benci atau nus (roh) sebagai penyebab gerak. Adanya ruang kosong sudah cukup sebagai syarat yang memungkinkan gerak atom. Demokritos mengatakan, dunia terdiri dari atom-atom dan ruang kosong.
C.  Tentang Kekosongan
Bagi Demokritos, kekosongan adalah “ketiadaan”. “Ketiadaan” itu bagi Demokritos ada! Argumentasi yang dikatakan Demokritos tampak serba kontradiktif: yang “tidak ada” ada dan yang “tidak ada” tidak ada. Kekosongan adalah kenyataan yang ada. Sekarang ketika atom-atom datang bersamaan, mereka menghasilkan generasi; ketika mereka berpisah satu sama lain, mereka menghasilkan perubahan. Bagi Leukippos dan Demokritos, atom-atom merupakan elemen positif dalam kenyataan. Gerakan mereka, bagaimanapun, memerlukan ke’ada’an kekosongan atau vakum. Kekosongan atau ketiadaan sama ‘ada’nya dengan atom-atom. Oleh karena itu, setiap ke’ada’an (penampilan fisik), disusun dari beberapa atom-atom yang terpisahkan satu sama lain oleh kekosongan.[10] Tubuh yang kelihatan ini, sebagaimana dikatakan Demokritos, bukanlah sebuah “nature”. Tubuh yang kelihatan ini hanyalah tumpuk-tumpukkan begitu saja dari atom-atom. Struktur terbentuk, lalu terpecah lagi, dan elemen yang sama bisa dipakai untuk membentuk struktur yang baru lagi.
Penyebab gerakan atom-atom adalah ketiadaan, tetapi juga “nature”  ketidak-stabilitasan mereka: atom-atom, secara “nature”, berada dalam gerakan yang tetap atau konstan.
Atom-atom bergerak dalam kekosongan (yang tiada) berdimensi tak terbatas. Atom-atom terpisah dari satu sama lain dan dibedakan menurut jumlah, bentuk, letak, dan urutan. Dalam gerakan mereka, mereka bertubrukan satu sama lain. Sebagai hasilnya, beberapa terlempar ke arah yang tak tentu di jurusan yang berbeda, ketika yang lain bercampur dan berpadu dengan tenang karena bentuk, ukuran, letak, dan susunan mereka yang saling melengkapi/ mengisi: kesatuan ini dengan satu sama lain dan melipatgandakan kumpulan-kumpulan (DK 67 A 1).[11]
Demokritos membedakan pengenalan inderawi dengan pengenalan rasional. Pengenalan inderawi itu tidak benar, karena tidak memberitahukan bagaimana kenyataan itu sendiri. Pancaindera tidak mampu mengamati atom-atom. Pengenalan rasional ini memperkenalkan pada realitas yang sebenarnya. Maka, Demokritos dekat dengan Parmenides yang juga mengatakan indera tidak dapat dipercaya dan bahwa manusia harus memihak rasio. Dalam fragmen 125 pancaindera menyapa rasio demikian:
“Hai, Rasio yang malang! Engkau menyanggah kami (pancaindera) dengan argumen-argumen yang berasal dari kami sendiri. Dengan menyangkal kami engkau sendiri akan akan jatuh juga.”
Dalam pada ini, Demokritos mengalami kesukaran. Bagaimana jika jiwa juga merupakan kumpulan dari atom-atom? Para atomis tidak mengenal Tuhan, tetapi hanya atom-atom dan kekosongan.[12] Dalam teori Demokritos, bukan pada tempatnya membedakan antara pengenalan inderawi dan dengan pengenelan rasional. Anggapan Demokritos adalah bahwa setiap macam pengenalan itu hanya merupakan proses jasmani saja. Seluruh realitas direduksir menjadi unsur-unsur kuantitatif saja, yakni atom-atom. Bagi Demokritos dan penganut atomisme, materi, yakni atom, tidak memerlukan pencipta karena atom-atom itu tidak pernah tidak ada. Dunia dilukiskan sebagai suatu sistem mekanistis, gejala-gejala yang ada tidak lebih merupakan akibat dari perubahan-perubahan atom-atom. Dengan demikian harus dikatakan bahwa ajaran Demokritos merupakan materialisme. Mereka menyamakan realitas seluruhnya dengan unsur-unsur material saja. Tidak ada tempat bagi sesuatu yang tidak material. Maka, atomisme dianggap sebagai dasar bagi semua sistem materialistis dan mekanistis yang akan timbul di zaman modern (Marxisme dan Leninisme, misalnya).
D.  Takdir
Pada umumnya orang-orang Yunani sebelum abad VI S.M. masih mempercayai dongeng-dongeng atau mythos. Segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Saat itu logos (akal) tidak bicara. Segala sesuatunya harus diyakini dengan iman.[13]
Sebelum filsafat yunani muncul, kebudayaa yunani telah mencitrakan khas berpikir yang filosofi, sebagaimana mitos-mitos yang berkembang di yunani adalah bagian yang menentukan kelahiran filsafat.
 Titikawaldarisebuahperadaban modern di Eropa.Essensidarisemangat Renaissance salahsatunyaadalahpandanganmanusiabukanhanyamemikirkannasib di akhiratsepertisemangat Abad Tengah, tetapimerekaharusmemikirkanhidupnya di duniaini.Renaissance menjadikanmanusialahirkeduniauntukmengolah, menyempurnakandanmenikmatiduniainibarusetelahitumenengadahkesurga.Nasibmanusia di tanganmanusia, penderitaan, kesengsaraandankenistaan di duniabukanlahtakdir Allah melainkansuatukeadaan yang dapatdiperbaikidandiatasiolehkekuatanmanusiadenganakalbudi, otonomidanbakat-baktnya.Manusiabukanbudakmelainkanmajikanatasdirinya.Inilahsemangathumanis, semangatmanusiabaru yang oleh Cicero dikatakandapatdipelajarimelaluibidangsastra, filsafat, retorika, sejarahdanhukum.
Dengansemakinkuatnya Renaissance sekularisasiberjalanmakinkuat.Hal inimenyebabkan agama semakindiremehkanbahkankadangdigunakanuntukkepentingansekulerisasiitusendiri.Semboyanmereka “religion was not highest expression of human values”.Bahkansalahseorang yang dilukiskansebagaimanusia ideal renaissance Leon Batista Alberti (1404-1472), secarategasberanimengatakan “Man can do all things if they will”. Renaissance mengajarkankepadamanusiauntukmemanfaatkankemampuandanpengetahuannyabagipelayanankepadasesama.Manusiahendaknyamenjalanikehidupansecaraaktifmemikirkankepentinganumumbukanhidupbersenang-senangdalambelenggu moral danilmupengetahuan di menaragading.Manusiaharusberperanaktifdalamkehidupan, bukansifatpasifserayapasrahpadatakdir.Namun, manusiamenjadipusatsegalahaldalamkehidupanatauAntoposentrisme.
Manusia renaissance harus berani memuji dirinya sendiri, mengutamakan kemampuannya dalam berfikir dan bertindak secara bertanggung jawab, menghasilkan karya seni dan mengarahkan nasibnya kepada sesama. Keinginanmanusiauntukmenonjolkandiribaikdarikeindahanjasmanimaupunkemampuanintelektual-intelektualnya.Keinginannyaitudituangkandalamberbagaikaryasenisastra, senilukis, senipahat, seni music dan lain-lain.Ekspresidayakemampuanmanusiaterusberkembangsampaisaatinisehingga di zaman modern ini pun tidakadalagisegikehidupanmanusia yang tidakditonjolkan.
Sekitar abad VI SM. Mulai muncul para pemikir yang tidak puas dengan segala dongeng-dongeng tersebut. Mereka menginginkan jawaban yang dapat diterima akal atas segala misteri yang ada di alam semesta ini. Ini adalah awal kebangkitan pemikiran filsafat Yunani, dimana orang-orang mulai mencari kebenaran dengan menggunakan logos dan mulai meninggalkan mythos. Dengan adanya kebebasan mimbar, pemikiran filsafat tumbuh subr di Yunani[14]. Pada saat itu orang-orang Yunani sangat menghargai berpikir dan menyampaikan buah pikirnya. Mereka berpikir secara murni, mereka berpikir karena mereka senang berpikir, senang mencari tahu akan hakikat sesuatu. Jadi mereka berpikir bukan karena dibebani tujuan praktis demi penerapan apa yang ingin mereka ketahui dan juga bukan atas perintah raja.Pada saat itu mereka sudah kenal dan menganut demokrasi (demos mempunyai kratos; rakyat mempunyai kekuasaan).[15]
Seorang muslim wajib beriman dengan taqdir sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Allah swt dan rasul-Nya di dalam Al-quran dan sunnah Rasul. Memahami taqdir harus secara benar, karena kesalahan memahami taqdir akan melahirkan pemahaman dan sikap yang salah pula dalam menempuh kehidupa di dunia ini.






















KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, sedikitnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Bahwa realitas seluruhnya bukanlah satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Demokritos berpikir bahwa ketika membagi-bagi sebuah benda, pembagian itu akan sampai pada unsur-unsur yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Maka dari itu, unsur-unsur tersebut diberi nama atom
2.    Menurut pendapatnya, atom-atom itu selalu bergerak, berarti harus ada ruang kosong. Sebab satu atom hanya dapat bergerak dan menduduki satu tempat saja. Sehingga Democritos berpendapat bahwa realitas itu ada dua, yaitu atom itu sendiri (yang penuh) dan ruang tempat atom bergerak (yang kosong).
3.    Seorang muslim wajib beriman dengan taqdir sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Allah swt dan rasul-Nya di dalam Al-quran dan sunnah Rasul. Memahami taqdir harus secara benar, karena kesalahan memahami taqdir akan melahirkan pemahaman dan sikap yang salah pula dalam menempuh kehidupa di dunia ini.






















DAFTAR PUSTAKA

Arif Rahman Masykur, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta, Diva Press, 2013
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1997
Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, edisi revisi, 1989
Coplestone, Frederick, A History of Philosophy. Vol. 1, Doubleday, New York, 1993
Hasan Bakti Nasution,Filsafat Umum, ( Jakarta: Gaya Media Pratama,2001
K, Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius, 1999
M.A.W. Brouwer, Heryadi, Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman , Alumni, Bandung, 1986
Yarza, IgnatiusHistory of Ancient Philosophy, Sinag-Tala, Manila, 1994
http://plato.stanford.edu/entries/democritus/, diakses dari Jakarta, 11 Oktober 2008 Pkl. 17.16
https://nurcahyadi7.wordpress.com/2011/11/09/atomisme/
http://demokreitos.ilmu-pendidikan.com/id3/875-2201/Demokreitos_22610_demokreitos-ilmu-pendidikan.html



[1]http://demokreitos.ilmu-pendidikan.com/id3/875-2201/Demokreitos_22610_demokreitos-ilmu-pendidikan.html
[2]K, Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius, 1999, hal. 75
[3]http://plato.stanford.edu/entries/democritus/, diakses dari Jakarta, 11 Oktober 2008 Pkl. 17.16
[4]Arif Rahman Masykur, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta, Diva Press, 2013, Hal. 129-130
[5]Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1997), hlm. 42
[6] Hasan Bakti Nasution,Filsafat Umum, ( Jakarta: Gaya Media Pratama,2001) hlm. 41
[7]Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, edisi revisi, 1989, hlm. 62
[8]Coplestone, Frederick, A History of Philosophy. Vol. 1, Doubleday, New York, 1993, hlm. 125
[9]https://nurcahyadi7.wordpress.com/2011/11/09/atomisme/
[10]Yarza, IgnatiusHistory of Ancient Philosophy, Sinag-Tala, Manila, 1994, hlm 55
[11]Kutipan dalam Yarza, Ignatius, History of Ancient Philosophy, Sinag-Tala, Manila, 1994, hlm 55
[12]Kutipan dalam Coplestone, Frederick, A History of Philosophy. Vol. 1, Doubleday, New York, 1993, hlm. 12
[13]M.A.W. Brouwer, Heryadi, Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman , Alumni, Bandung, 1986, hal 2
[14]M.A.W. Brouwer, Heryadi, Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman , hal 2
[15]M.A.W. Brouwer, Heryadi, Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman , hal 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar