PEMIKIRAN DEMOCRITUS
DAN TAKDIR
Dosen : Dr. Abdul Muid N, MA
Disusun Oleh :
ASEP SUPRIATNA
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Democritus
Domocritus lahir di kota Abdera di
pesisir Thrake di Yunani Utara. Karena ia berasal dari keluarga yang kaya raya,
maka dengan kekayaannya itu ia bepergian ke Mesir dan negeri-negeri Timur
lainnya. Ia hidup
kira-kira dari tahun 460 SM sampai tahun 370 SM. Ia berasal dari keluarga kaya
raya. Pada masa mudanya, ia melakukan perjalanan ke Mesir dan negeri-negeri
timur lainnya sehingga menambah luas wawasan dan pengetahuannya. Di
negeri-negeri yang dia kunjungi, Demokritos banyak melakukan studi. Dari
karya-karyanya ia telah mewariskan sebanyak 70 karangan tentang bermacam-macam
masalah, seperti kosmologi, matematika, astronomi, logika, etika, tehnik,
musik, puisi, dan lain-lainnya. Sehingga ia dipandang sebagai seorang sarjana
yang menguasai banyak bidang.[1]
Pemikirannya, bahwa realitas
bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur, dan jumlahnya tak terhingga.
Unsur-unsur tersebut merupakan bagian materi yang sangat kecil, sehingga indra
kita tidak mampu untuk mengamatinya, dan tidak dapat dibagi lagi. Unsur-unsur
itu dikatakan sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain karena tiga
hal: bentuknya, urutannya, dan posisinya. Atom-atom ini tidak dijadikan dan
tidak dapat dimusnahkan, tidak berubah, dan tidak berkualitas.Dari banyak karya yang berhubungan dengannya, masih ada sekitar 300
fragments. Dalam fragmen-fragmen tersebut kebanyakan berbicara tentang filsafat
moral.
Pemahaman akan teori “atomisme” dari Demokritos tergantung dari
pendapat-pendapat dan kritikan Aristoteles atas Demokritos. Sebenarnya, bukan
Demokritos yang menemukan “atomisme”. Leukippos-lah, gurunya, yang menemukan.
Sayangnya, Leukippos tidak banyak meninggalkan laporan atau tulisan. “Menurut
beberapa orang, Leukippos berasal dari Elea, sementara menurut orang lain ia
berasal dari Abdera; ia dulu adalah murid Zenon”.
Demokritos
dipandang sebagai seorang sarjana yang menguasai banyak lapangan keahlian.
Pengaruh mazhab Elea dan Pythagoras sangat mencolok dalam pemikirannya. Anekdot
yang hidup di zaman kuno menjulukinya “filsuf yang tertawa” sebagai lawan dari
Heraklitos, “filsuf yang menangis”. Demokritos mewarisi banyak tulisan
filosofis dan pengetahuan ensiklopedia tentang alam, struktur dunia, manusia,
roh, pengenalan inderawi, warna, namun hampir semua teks itu hilang. Yang
tersisa hanyalah beberapa fragmen.
Sebetulnya,
Demokritos tidak boleh dihitung lagi sebagai filsuf pra-sokratik, karena
usianya lebih muda dari Sokrates. Tetapi ada beberapa alasan yang menyebabkan
bahwa Demokritos sebaiknya dibicarakan dalam rangka filsafat
pra-sokratik. Pertama, Demokritos merupakan murid Leukippos, yang termasuk
dalam filsafat pra-sokratik. Ajaran Leukippos tentu tidak dapat dipisahkan dari
ajaran Demokritos yang tidak dipengaruhi oleh filsafat gaya baru yang
berkembang di Athena dalam kalangan Sokrates. Kedua, di Athena, filsafat
Demokritos cukup lama tidak dikenal. Plato tidak mengetahui atomisme, tetapi
Aristoteles, yang juga berasal dari Yunani Utara, menaruh perhatian besar untuk
pandangan atomisme.
Karya
Demokritos diperoleh dari laporan orang kedua, yang kadang-kadang tidak dapat
diandalkan atau bertentangan. Sebagian besar bukti terbaik adalah bukti yang
dilaporkan oleh Aristoteles, yang menghormatinya sebagai saingan penting di
dalam filsafat alam. Aristoteles menulis sebuah risalah pada Demokritos, hanya
beberapa paragraf dikutip dalam sumber-sumber lain yang masih ada. Demokritos
tampaknya mengambil alih dan menyusun pandangan Leukippos, atas beberapa yang
ia ketahui. Meskipun ada kemungkinan untuk membedakan beberapa sumbangan
karya-karya Lekippos, kebanyakan laporan besar menunjuk, baik mereka berdua,
maupun Demokritos sendiri; pengembang sistem atomis pada dasarnya sering
dianggap Demokritos.[2]
Diogenes
Laertius mendaftar banyak karya Demokritos di berbagai bidang, termasuk etika,
fisika, matematika, musik dan kosmologi.[3]
Dua karya, the Great World System dan the Little World
System, kadang-kadang dianggap berasal dari Demokritos, meskipun
Theophrastus melaporkan bahwa yang lebih dulu adalah oleh Leukippos (DK 68A33).
Ada ketidakpastian lebih banyak lagi mengenai keaslian laporan atas pembicaraan
etika Demokritos. Dua kumpulan pembicaraan yang tercantum dalam abad kelima
sebelum masehi antologi Stobaeus, satu dianggap berasal dari Demokritos dan
yang lain dianggap berasal dari yang lain yang tidak dikenal filsuf penganut
Demokritos.
B. Teori
Atom
Demokritus
memiliki pandangan yang berbeda datri para filusuf sebelumnya mengenai prinsip
dasar alam semesta. Pokok pandangannya adalah sebagai berikut: “prinsip dasar
alam semesta adalah atom-atom dan kekosongan”. Pemikiran yang lainya yaitu
tentang jiwa yang terbentuk dari atom-atom, dan tentang etika. Mengenai etika
ia berpendapat bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kesempurnaan
batin (euthymia). Hal ini didapat ketika, manusia hidup dalam keseimbangan
berbagai faktor, kesenangan dan kesusahan, serta kenikmatan dan pantangan,
keseimbangan ini perlu diusahakan, dan yang bertugas mengusahakan keseimbangan
ini adalah rasio.[4]
Di
satu pihak, seperti Empedokles dan Anaxagoras, Leukippos dan Demokritos pun
berpendapat bahwa realitas seluruhnya bukanlah satu, melainkan terdiri dari
banyak unsur. Tapi, di lain pihak mereka bertentangan dengan Empedokles dan
Anaxagoras dalam hal pembagian sampai tak berhingga. Leukippos dan Demokritos
berpikir bahwa ketika membagi-bagi sebuah benda, pembagian itu akan sampai pada
unsur-unsur yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Maka dari itu, unsur-unsur
tersebut diberi nama atom.
Menurut pendapatnya, atom-atom itu
selalu bergerak, berarti harus ada ruang kosong. Sebab satu atom hanya dapat
bergerak dan menduduki satu tempat saja. Sehingga Democritos berpendapat bahwa
realitas itu ada dua, yaitu atom itu sendiri (yang penuh) dan ruang tempat atom
bergerak (yang kosong).[5]
Demokritos
adalah murid leukipos, dan sama dengan pendapat gurunya bahwa ala mini terdiri
dari atom-atom yang bergerak-gerak tanpa akhir,dan jumlahnya sangat banyak. Demokritos sependapat dengan heraklitos, bahwa anasir yang
pertama adalah api. Api terdiri dari atom yang sangat halus, licin dan bulat.
Atom apilah yang menjadi dasar dalam segala yang hidup. Atop api adalah jiwa.
Jiwa itu tersebar keseluruh badan kita, yang menyebabkan badan kita kita
bergerak. Waktu menarik nafas, kita tolak ia keluar. Kita hidup hanya selama
kita bernafas.[6]
Atom
berasal dari kata atomos, a berarti tidak
dan tomos berarti terbagi. Jumlah atom tidak berhingga. Atom-atom merupakan bagian-bagian materi yang begitu kecil sehingga
tidak dapat diinderai.[7]
Perbedaan yang lain lagi dengan anasir-anasir Empedokles dan benih-benih
Anaxagoras adalah bahwa atom-atom itu sama sekali tidak memiliki kualitas
tertentu, misalnya panas, dingin, kering lembab, manis, atau pahit. Semua atom
sama. Atom yang satu berbeda dari atom yang lain karena ukuran dan bentuknya.
Demokritos
memberikan bentuk kepada setiap rasa. Ia mengatakan bahwa yang manis terbuat
dari apa yang berbentuk bulat dan memiliki ukuran yang proporsional; yang pahit
terbuat dari apa yang besar, kasar, dan polygonal serta tidak bulat; yang asam,
sebagaimana namanya menujukkan, terbentuk dari apa yang tajam, bersudut banyak,
bengkok dan halus; rasa yang kasar terbentuk dari apa yang berbentuk bulat
sekaligus halus, bersudut tajam dan bengkok; yang asin terbentuk dari apa yang
berbentuk tajam, tidak terlalu besar, berkelok-kelok, dan kecil ukurannya; yang
rasa lemak terbuat dari apa yang halus, bulat dan kecil (Theophrastes, de
caus. plant VI 16).
Seperti
Empedokles dan Anaxagoras, para atomis juga mengembangkan
ajaran materialistis tentang perubahan (genesis). Tidak ada perubahan
secara kualitatif, yang ada hanyalah perubahan kuantitatif. Atom-atom yang
tidak memiliki kualitas itu bisa berbeda konsentrasinya di tempat yang
berbeda-beda. Perubahan kualitatif, seperti panas atau dingin, keras atau
lunak, pahit atau manis, atau warna tidak lain merupakan perubahan jumlah atau
perubahan lokasi dari atom-atom itu. Perubahan kualitatif hanyalah kesan yang
ditangkap secara subyektif oleh panca indera. Indera menerjemahkan
teks alam yang bersifat kuantitatif dan obyektif itu ke dalam bahasa subyektif
yang melukiskan kualitas-kualitas. Kualitas-kualitas hanya sebenarnya hanya
terdapat pada si subyek saja.
Dengan
kata lain, kualitas-kualitas bersifat subyektif, meksipun diakibatkan oleh
sesuatu yang obyektif, yakni atom-atom.[8]
Misalnya, berkurangnya jumlah atom di satu titik ditafsirkan oleh indera
sebagai “lunak” atau “asam”. Bagi Demokritos, perubahan dalam arti
sesungguhnya adalah proses di mana atom-atom (sebagai elemen terakhir yang tak
terbagikan lagi) saling bertabrakan secara niscaya, mengikuti hukum mekanis,
untuk berkumpul atau bertebaran tanpa memiliki tujuan apa pun. Seperti
permainan LEGO, elemen-elemennya bisa digunakan secara tak terbatas untuk
mendapatkan macam-macam konstruksi secara tak terbatas.
Dari
sifat-sifat atom yang dimodelkan, tentunya yang paling penting adalah bahwa
atom tidak dapat dibagi. Namun apa sebenarnya yang dimaksud Democritus dengan
“tidak dapat dibagi”? Artinya adalah salah satu dari dua interpretasi:[9]
a) tidak
mungkin secara fisika untuk membagi suatu atom.
b) tidak
mungkin secara logis dan konseptual untuk membagi suatu atom.
Perbedaan
dari kedua pandangan ini adalah pada (a), sebuah atom masih mungkin mempunyai
bagian yang lebih kecil. Tetapi, bagian itu tidak dapat dipisahkan satu sama
lain secara fisis. Secara matematis atom masih dapat dibagi, seperti kata
Burnet, “Kita harus mengamati bahwa atom tidak secara matematis tidak dapat
dibagi, karena atom mempunyai magnituda; namun atom secara fisika tidak dapat
dibagi, karena atom tidak mengandung tempat kosong”. Kenyataan bahwa atom-atom
berbeda-beda dalam berat juga memperkuat argumen ini.
Sedangkan
pada (b), tidak ada artinya untuk berbicara tentang “bagian” dari suatu atom,
karena hal itu tidak ada sama sekali. Kalau seseorang bermaksud membagi atom
menjadi bagian-bagiannya, dia akan mendapatkan bahwa ketidakmampuannya adalah
bukan teknologis melainkan konseptual. Kata Guthrie, “Democritus berpendapat
bahwa atom, bukan hanya sangat kecil tetapi partikel yang terkecil, bukan hanya
terlalu kecil untuk dibagi secara fisis tetapi juga tidak bisa dibagi
secara logis”.
Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, Democritus berkata bahwa atom ada berbagai jenis
yang akan menunjukkan sifat dari suatu benda. Kalau atom itu hanya satu jenis,
dengan berat dan ukuran yang sama, maka alam akan seragam di semua tempat,
tidak ada yang membedakan satu sama lain. Tetapi kita tahu ada benda yang keras,
ada yang ringan, ada yang berwarna merah, ada yang rasanya manis.
Para
atomis awal berpikir bahwa perbedaan berat dan ukuran adalah yang menyebabkan
keanekaragaman tersebut. Mereka mengandaikan rasa manis adalah dari atom yang
berbetuk bulat, rasa asam dari atom yang kasar dan bersudut banyak. Rasa asin
berasal dari atom berukuran besar yang “terputar-putar” dan atom pahit berasal
dari atom kecil yang bengkok. Dan atom yang terasa berminyak adalah atom yang
halus, kecil dan bundar.
Para
atomis berpendapat bahwa atom-atom itu selalu bergerak. Leukippos dan
Demokritos menganggap gerak atom sebagai gerak spontan karena tidak mengenakan
berat pada atom-atom. Demokritos membandingkan dengan apa yang terlihat, sinar
matahari yang memasuki kamar yang gelap gulita melalui celah-celah jendela,
atau debu yang bergerak ke semua jurusan, meski tidak ada angin yang membuatnya
bergerak. Atom juga bergerak ke segala arah. Kadang-kadang, secara kebetulan
begitu saja, atom itu saling bertabrakan, saling menyenggol dan mendorong satu
sama lainya, saling tersudutkan bersama-sama, bertumpukan membentuk sebuah
konglomerat (latin: conglomero berarti mengumpulkan), bertumpuk-tumpuk,
lalu menampak menjadi tubuh yang kelihatan, dan dengan cara demikianlah kosmos
kita terbentuk. Para atomis merasa tidak perlu untuk menjelaskan penyebab yang
mengakibatkan gerak tersebut. Kembali mereka bertentangan dengan Empedokles dan
Anaxagoras atas pendapatnya mengenai Cinta dan Benci atau nus (roh)
sebagai penyebab gerak. Adanya ruang kosong sudah cukup sebagai syarat yang
memungkinkan gerak atom. Demokritos mengatakan, dunia terdiri dari atom-atom
dan ruang kosong.
C. Tentang
Kekosongan
Bagi
Demokritos, kekosongan adalah “ketiadaan”. “Ketiadaan” itu bagi Demokritos ada!
Argumentasi yang dikatakan Demokritos tampak serba kontradiktif: yang “tidak
ada” ada dan yang “tidak ada” tidak ada. Kekosongan adalah kenyataan yang ada.
Sekarang ketika atom-atom datang bersamaan, mereka menghasilkan generasi;
ketika mereka berpisah satu sama lain, mereka menghasilkan perubahan. Bagi
Leukippos dan Demokritos, atom-atom merupakan elemen positif dalam kenyataan.
Gerakan mereka, bagaimanapun, memerlukan ke’ada’an kekosongan atau vakum.
Kekosongan atau ketiadaan sama ‘ada’nya dengan atom-atom. Oleh karena itu,
setiap ke’ada’an (penampilan fisik), disusun dari beberapa atom-atom yang
terpisahkan satu sama lain oleh kekosongan.[10]
Tubuh yang kelihatan ini, sebagaimana dikatakan Demokritos, bukanlah sebuah
“nature”. Tubuh yang kelihatan ini hanyalah tumpuk-tumpukkan begitu saja dari
atom-atom. Struktur terbentuk, lalu terpecah lagi, dan elemen yang sama bisa
dipakai untuk membentuk struktur yang baru lagi.
Penyebab
gerakan atom-atom adalah ketiadaan, tetapi juga “nature”
ketidak-stabilitasan mereka: atom-atom, secara “nature”, berada dalam
gerakan yang tetap atau konstan.
Atom-atom
bergerak dalam kekosongan (yang tiada) berdimensi tak terbatas. Atom-atom
terpisah dari satu sama lain dan dibedakan menurut jumlah, bentuk, letak, dan
urutan. Dalam gerakan mereka, mereka bertubrukan satu sama lain. Sebagai
hasilnya, beberapa terlempar ke arah yang tak tentu di jurusan yang berbeda,
ketika yang lain bercampur dan berpadu dengan tenang karena bentuk, ukuran,
letak, dan susunan mereka yang saling melengkapi/ mengisi: kesatuan ini dengan
satu sama lain dan melipatgandakan kumpulan-kumpulan (DK 67 A 1).[11]
Demokritos
membedakan pengenalan inderawi dengan pengenalan rasional. Pengenalan inderawi
itu tidak benar, karena tidak memberitahukan bagaimana kenyataan itu sendiri.
Pancaindera tidak mampu mengamati atom-atom. Pengenalan rasional ini
memperkenalkan pada realitas yang sebenarnya. Maka, Demokritos dekat dengan
Parmenides yang juga mengatakan indera tidak dapat dipercaya dan bahwa manusia
harus memihak rasio. Dalam fragmen 125 pancaindera menyapa rasio demikian:
“Hai,
Rasio yang malang! Engkau menyanggah kami (pancaindera) dengan argumen-argumen
yang berasal dari kami sendiri. Dengan menyangkal kami engkau sendiri akan akan
jatuh juga.”
Dalam
pada ini, Demokritos mengalami kesukaran. Bagaimana jika jiwa juga merupakan
kumpulan dari atom-atom? Para atomis tidak mengenal Tuhan, tetapi hanya
atom-atom dan kekosongan.[12]
Dalam teori Demokritos, bukan pada tempatnya membedakan antara pengenalan
inderawi dan dengan pengenelan rasional. Anggapan Demokritos adalah bahwa
setiap macam pengenalan itu hanya merupakan proses jasmani saja. Seluruh
realitas direduksir menjadi unsur-unsur kuantitatif saja, yakni atom-atom. Bagi
Demokritos dan penganut atomisme, materi, yakni atom, tidak memerlukan pencipta
karena atom-atom itu tidak pernah tidak ada. Dunia dilukiskan sebagai suatu
sistem mekanistis, gejala-gejala yang ada tidak lebih merupakan akibat dari
perubahan-perubahan atom-atom. Dengan demikian harus dikatakan bahwa ajaran
Demokritos merupakan materialisme. Mereka menyamakan realitas seluruhnya dengan
unsur-unsur material saja. Tidak ada tempat bagi sesuatu yang tidak material.
Maka, atomisme dianggap sebagai dasar bagi semua sistem materialistis dan
mekanistis yang akan timbul di zaman modern (Marxisme dan Leninisme, misalnya).
D. Takdir
Pada umumnya orang-orang Yunani
sebelum abad VI S.M. masih mempercayai dongeng-dongeng atau mythos. Segala
sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang tidak
perlu dibuktikan lagi. Saat itu logos (akal) tidak bicara. Segala sesuatunya
harus diyakini dengan iman.[13]
Sebelum filsafat yunani muncul, kebudayaa yunani telah
mencitrakan khas berpikir yang filosofi, sebagaimana mitos-mitos yang
berkembang di yunani adalah bagian yang menentukan kelahiran filsafat.
Titikawaldarisebuahperadaban
modern di Eropa.Essensidarisemangat Renaissance
salahsatunyaadalahpandanganmanusiabukanhanyamemikirkannasib di
akhiratsepertisemangat Abad Tengah, tetapimerekaharusmemikirkanhidupnya di duniaini.Renaissance
menjadikanmanusialahirkeduniauntukmengolah,
menyempurnakandanmenikmatiduniainibarusetelahitumenengadahkesurga.Nasibmanusia
di tanganmanusia, penderitaan, kesengsaraandankenistaan di duniabukanlahtakdir
Allah melainkansuatukeadaan yang
dapatdiperbaikidandiatasiolehkekuatanmanusiadenganakalbudi,
otonomidanbakat-baktnya.Manusiabukanbudakmelainkanmajikanatasdirinya.Inilahsemangathumanis,
semangatmanusiabaru yang oleh Cicero dikatakandapatdipelajarimelaluibidangsastra,
filsafat, retorika, sejarahdanhukum.
Dengansemakinkuatnya
Renaissance sekularisasiberjalanmakinkuat.Hal inimenyebabkan agama
semakindiremehkanbahkankadangdigunakanuntukkepentingansekulerisasiitusendiri.Semboyanmereka “religion
was not highest expression of human values”.Bahkansalahseorang yang
dilukiskansebagaimanusia ideal renaissance Leon Batista Alberti (1404-1472),
secarategasberanimengatakan “Man can do all things if they will”. Renaissance
mengajarkankepadamanusiauntukmemanfaatkankemampuandanpengetahuannyabagipelayanankepadasesama.Manusiahendaknyamenjalanikehidupansecaraaktifmemikirkankepentinganumumbukanhidupbersenang-senangdalambelenggu
moral danilmupengetahuan di
menaragading.Manusiaharusberperanaktifdalamkehidupan,
bukansifatpasifserayapasrahpadatakdir.Namun,
manusiamenjadipusatsegalahaldalamkehidupanatauAntoposentrisme.
Manusia renaissance harus berani
memuji dirinya sendiri, mengutamakan kemampuannya dalam berfikir dan bertindak
secara bertanggung jawab, menghasilkan karya seni dan mengarahkan nasibnya kepada sesama. Keinginanmanusiauntukmenonjolkandiribaikdarikeindahanjasmanimaupunkemampuanintelektual-intelektualnya.Keinginannyaitudituangkandalamberbagaikaryasenisastra,
senilukis, senipahat, seni music dan lain-lain.Ekspresidayakemampuanmanusiaterusberkembangsampaisaatinisehingga
di zaman modern ini pun tidakadalagisegikehidupanmanusia yang tidakditonjolkan.
Sekitar abad VI SM.
Mulai muncul para pemikir yang tidak puas dengan segala
dongeng-dongeng tersebut. Mereka menginginkan jawaban yang dapat diterima akal
atas segala misteri
yang ada di alam semesta ini. Ini adalah awal kebangkitan pemikiran filsafat
Yunani, dimana orang-orang mulai mencari kebenaran dengan menggunakan logos dan
mulai meninggalkan mythos. Dengan adanya kebebasan mimbar, pemikiran filsafat
tumbuh subr di Yunani[14].
Pada saat itu orang-orang Yunani sangat menghargai berpikir dan menyampaikan
buah pikirnya. Mereka berpikir secara murni, mereka berpikir karena mereka
senang berpikir, senang mencari tahu akan hakikat sesuatu. Jadi mereka berpikir
bukan karena dibebani tujuan praktis demi penerapan apa yang ingin mereka
ketahui dan juga bukan atas perintah raja.Pada saat itu mereka sudah kenal dan
menganut demokrasi (demos mempunyai kratos; rakyat mempunyai kekuasaan).[15]
Seorang muslim wajib beriman dengan taqdir sebagaimana yang
sudah dijelaskan oleh Allah swt dan rasul-Nya di dalam Al-quran dan sunnah
Rasul. Memahami taqdir harus secara benar, karena kesalahan memahami taqdir
akan melahirkan pemahaman dan sikap yang salah pula dalam
menempuh kehidupa di dunia ini.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, sedikitnya dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa realitas
seluruhnya bukanlah satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Demokritos
berpikir bahwa ketika membagi-bagi sebuah benda, pembagian itu akan sampai pada
unsur-unsur yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Maka dari itu, unsur-unsur
tersebut diberi nama atom
2.
Menurut pendapatnya, atom-atom itu selalu bergerak, berarti
harus ada ruang kosong. Sebab satu atom hanya dapat bergerak dan menduduki satu
tempat saja. Sehingga Democritos berpendapat bahwa realitas itu ada dua, yaitu
atom itu sendiri (yang penuh) dan ruang tempat atom bergerak (yang kosong).
3.
Seorang muslim wajib beriman dengan taqdir
sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Allah swt dan rasul-Nya di dalam
Al-quran dan sunnah Rasul. Memahami taqdir harus secara benar, karena kesalahan
memahami taqdir akan melahirkan pemahaman dan sikap yang salah pula dalam
menempuh kehidupa di dunia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arif
Rahman Masykur, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta,
Diva Press, 2013
Asmoro
Achmadi, Filsafat Umum,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1997
Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta,
edisi revisi, 1989
Coplestone, Frederick, A History of Philosophy. Vol. 1,
Doubleday, New York, 1993
Hasan Bakti
Nasution,Filsafat Umum, ( Jakarta: Gaya Media Pratama,2001
K, Bertens, Sejarah Filsafat Yunani,
Yogyakarta, Kanisius, 1999
M.A.W.
Brouwer,
Heryadi, Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman , Alumni, Bandung, 1986
Yarza, Ignatius, History
of Ancient Philosophy, Sinag-Tala, Manila, 1994
https://nurcahyadi7.wordpress.com/2011/11/09/atomisme/
http://demokreitos.ilmu-pendidikan.com/id3/875-2201/Demokreitos_22610_demokreitos-ilmu-pendidikan.html
[1]http://demokreitos.ilmu-pendidikan.com/id3/875-2201/Demokreitos_22610_demokreitos-ilmu-pendidikan.html
[2]K, Bertens, Sejarah Filsafat Yunani,
Yogyakarta, Kanisius, 1999, hal. 75
[4]Arif Rahman
Masykur, Buku Pintar Sejarah Filsafat
Barat, Yogyakarta, Diva Press, 2013, Hal. 129-130
[6] Hasan Bakti
Nasution,Filsafat Umum, ( Jakarta: Gaya Media Pratama,2001) hlm. 41
[7]Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius,
Yogyakarta, edisi revisi, 1989, hlm. 62
[8]Coplestone, Frederick, A History of Philosophy. Vol. 1,
Doubleday, New York, 1993, hlm. 125
[9]https://nurcahyadi7.wordpress.com/2011/11/09/atomisme/
[12]Kutipan dalam
Coplestone, Frederick, A History of Philosophy. Vol. 1, Doubleday,
New York, 1993, hlm. 12
[15]M.A.W.
Brouwer, Heryadi, Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman , hal 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar