BUDAYA ORGANISASI
Makalah Kepemimpinan
dan Prilaku Organisasi
Dosen :
Dr.
Ahmad Zain Sarnoto, M.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk multidimensional. Oleh karena itu, banyak
julukan yang diberikan kepadanya, misalnya sebagai makhluk ekonomi (homo
economicus), makhluk sosial (homo social), makhluk berfikir (homo
safien), makhluk bekerja atau bermain (homo luden), makhluk yang
suka bersenang-senang (homo hedonism), makhluk yang suka menggunakan
lambing-lambang (homo simbolicum), makhluk yang suka menindas makhluk
lainnya ( homo hominilupus), makhluk iptek, makhluk imtaq dan
makhluk organisasional.[1]
Manusia adalah makhluk organisasi. Oleh karena itu, begitu ia
dilahirkan ke dunia, ia menjadi anggota organisasi genitis yang disebut anggota
organisasi keluarga. Bahkan, organisasi itu sudah ada sebelum kita dilahirkan
karena kelahiran kita juga akibat hasil dari organisasi perkawinan. Di samping
itu, begitu manusia lahir ia juga langsung menjadi anggota rukun tetangga,
rukun warga, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan warga Negara
Indonesia, bahkan menjadi warga dunia.[2]
Ketika usia sekolah, manusia memasuki sekolah dan ia menjadi
anggota organisasi sekolah, anggota struktural kelas, pramuka, organisasi
sekolah dan intra sekolah. Setelah lulus ia kuliah dan menjadi anggota
organisasi di kampusnya. Mungkin pula ia merangkap organisasi keagamaan,
militer, politik, ekonomi, atau bisnis, sosial atau masyarakat, budaya,
keamanan, militer, olahraga, hobi, profesi, dan sebagainya. Akhirnya, setelah
manusia meninggal ia dicatat sebagai anggota organisasi kematian oleh panitia
rukun kematian di tingkat RT.
Pada era kompetisi global, program peningkatan kualitas sumberdaya
manusia menjadi prioritas utama di hampir semua negara dalam usaha
mensejahterakan masyarakat. Kualitas sumberdaya manusia sangat terkait dengan
kualitas pendidikan yang merupakan produk dari lembaga pendidikan atau sekolah.
Namun, pada kenyataannya menurut Alam (2006), dunia pendidikan kita saat ini
dihadapkan berbagai persoalan rumit dan kompleks, di antaranya kualitas kinerja
pengelolaan pendidikan ke depan yang masih patut dipertanyakan; rendahnya
kualitas akademis hampir pada semua jenjang pendidikan (disebabkan karena masih
rendahnya kualitas guru, pengawas, dan kepala sekolah secara merata); rendahnya
mutu birokrasi pendidikan pada hampir semua unit dan tingkatan; serta masih
terbatasnya dana pendidikan yang dapat digunakan untuk mendorong pemerataan dan
peningkatan kualitas pendidikan.[3]
Jadi, manusia sejak dilahirkan sampai kematiannya tidak dapat
dipisahkan dari organisasi. Manusia adalah makhluk organisasional karena sejak
lahir manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.[4]
Manusia juga makhluk yang memiliki akal dan budi. Dua unsur ini yang membedakan
manusia dengan hewan, tumbuhan dan makhluk Tuhan lainnya. Akal adalah kemampuan
(potensi) yang dimiliki manusia untuk mengetahui, memahami, dan menjelaskan
tentang sesuatu yang ada (on being), termasuk dirinya sendiri.[5]
Hal itulah yang membuat manusia selalu ingin mengetahui, memahami dan selalu
mencari tahu untuk belajar. Manusia belajar untuk diri sendiri dan untuk
diajarkan ke manusia yang lainnya dengan berbagai macam cara mencari pendidikan
sampai cara menyampaikannya yang diatur dalam organizing yang baik.
Dalam mengorganisasikan pendidikan ada banyak hal yang perlu di
perhatikan oleh tenaga pendidik dan administratur (penata usaha) salah satunya
adalah struktural organisasi dalam pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
budaya organisasi?
2.
Bagaimanakah
pembentukan
Budaya
Organisasi?
3.
Bagaimana
Fungsi dan Karakteristik Budaya Organisasi?
4.
Bagaimana urgensi Budaya
Organisasi bagi Lembaga Pendidikan?
5.
Bagaimana
peran serta organisasi dalam membangun dan membina budaya pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Budaya Organisasi
Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau
disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman (dalam Nimran, 2004) diartikan
sebagai falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan
norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.[6]
Sedangkan kata organisasi
berasal dari bahasa Inggris yaitu organization, yang berarti hal yang
mengatur atau menyusun bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain, yang
tiap-tiap bagian mempunyai fungsi tersendiri sesuai kapasitasnya.[7]
Sulistyorini
mengutip definisi organisasi dari beberapa tokoh, seperti James D. Money,
mengatakan organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai
satu tujuan bersama, sedangkan menurut Roolp Currier Davis, organisasi adalah
sesuatu kelompok orang-orang yang sedang bekerja kearah tujuan bersama di bawah
kepemimpinan. Dengan demikian, organisasi dapat dipahami sebagai struktur
hubungan antar pribadi.[8]
Menurut Robbins semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang
mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun
tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian
setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain
sebagainya.[9]
Gibson mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan,
dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau
menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan
norma-norma yang dianut.[10]
Dalam hal tersebut kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia
hidup bermasyarakat
berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat
yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup
yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.[11]
Budaya
organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Menurut Mc Namara bahwa
dilihat dari sisi input, budaya organisasi mencakup umpan balik (feed back)
dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat
dari proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya
nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat
dari out-put, berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap
perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya. Budaya
organisasi sebagai sistem, banyak terdapat dalam organisasi pendidikan.[12]
B. Pembentukan Budaya Organisasi
Organisasi
terbentuk akibat dari peran serta subjek dan objek budaya, dalam arti perlu
campur tangan dari pelaku-pelaku budaya, sehingga terbentuk dan mempunyai
karakteristik budaya sendiri (BO). BO digunakan sebagai alat organisasi dalam
menjalankan visi dan misinya dengan lingkungannya. Dalam melakukan interaksi
dengan lingkungannya ini akn terjadi atau akan muncul Budaya Sebagai Infut
(BSI), proses interaksi budaya dan Budaya Sebagai Output (BSO).
Budaya
organisasi (organizational culture) jika diaplikasikan pada
lingkungan menajemen organisasi, lahirlah konsep budaya manajemen (BM). Lebih
spesifik lagi, jika BO diaplikasikan pada lingkungan manajemen organisasi
sekolah, maka lahirlah konsep budaya manajemen (BM) sekolah.
Budayaorganisasi terbentuk
melalui tahap-tahap sosialisasi secara sistematis sebagai berikut :
1.
Tahap kedatangan
Kurun waktu
pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang anggota (civitas)
baru bergabung dengan organisasi itu. Mereka datang dengan serangkaian nilai,
sikap dan perilaku yang telah dimiliki sebelumnya. Disinalah muncul
heteroginitas budaya.Disampingituanggota-anggota baru tersebut mulai belajar
mengenal bersama nilai-nilai yang dianut bersama dalam organisasi.
2.
Tahap orientasi
Tahap dalam
proses sosialisasi dimana seorang anggota (civitas) baru menaksirkan
seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan
dan kenyataan dapat berbeda. Pada tahap ini, sering terjadi konflik antara
persepsi semula dengan realitas yang mereka temukan pada organisasi yang baru
mereka masuki. Mereka dituntut untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut
selama masa orientasi berlangsung.
Dalam tahap orientasi ini peran seorang
pemimpin benar-benar penting, yaitu dengan
gaya dan perilakunya yang bias menciptakan nilai-nilai,
aturan-aturan yang dipahami dan disepakati bersama serta mampu mempengaruhi dan
mengatur perilaku individu di dalamnya.
3.
Tahap metamorfosis
Tahap dalam
proses sosialisasi di mana seorang anggota (civitas) baru menyesuaikan
diri pada norma dan nilai kelompok kerjanya. Mereka sudah bisa menghayati dan
menerima norma-norma organisasi dan kelompok kerja mereka. Disinilah suatu
organisasi akan menerima hasil dari proses sosialisasi yang berupa
produktivitas, komitmen dan perputaran.
Setelah suatu
budaya terbentuk, para anggota dan segala praktik-praktik di dalam organisasi
tersebut bertindak untuk mempertahankannya dengan memberikan kepada para
anggotanya seperangkat pengalaman yang berisi penghargaan (reward) dan
hukuman (punishment). Proses seleksi, criteria evaluasi kerja,
praktek ganjaran keefektifan dan pengembang karier, dan prosedur promosi
memastikan bahwa mereka yang dipekerjakan cocok dalam bidang itu, mengimbali
mereka yang mendukungnya, dan menghukum (dan bahkan memecat) mereka yang
menentangnya. Tiga kekuatan memainkan peranan sangat penting dalam
mempertahankan suatu budaya : praktek seleksi sebagai pintu masuk para anggota
baru, tindakan manajemen puncak sebagai pemegang kendali dalam mewujudkan
budaya organisasi, dan metode sosialisasi sebagai sarana perwujudan komitmen
para anggota, produktivitas kerja anggota dan perputaran kerja (komunitas).[13]
Menurut Schein
budaya organisasi memiliki 3(tiga) tingkat yaitu:[14]
- Artifak (artifact)
adalah hal-hal yang ada bersama untuk menentukan budaya dan mengungkapkan
apa sebenarnya budaya itu kepada mereka yang memperhatikan budaya. Artifak
termasuk produk, jasa dan bahkan pola tingkah laku dari anggota sebuah organisasi.
- Nilai-nilai
yang didukung (espoused values) adalah alasan yang diberikan oleh
sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu.
- Asumsi
dasar (basic assumption) adalah keyakinan yang dianggap sudah ada
oleh anggota suatu organisasi. Budaya menetapkan cara yang tepat untuk
melakukan sesuatu di sebuah organisasi seringkali lewat asumsi yang
diucapkan.
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok
atau budaya organisasi, karena budaya
merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha ada beberapa fungsi budaya, yaitu:[15]
1.
Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
2.
Sebagai pengikat suatu masyarakat
3.
Sebagai sumber
4.
Sebagai kekuatan penggerak
5.
Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
6.
Sebagai pola perilaku
7.
Sebagai warisan
8.
Sebagai pengganti formalisasi
9.
Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
10.
Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga
terbentuk nation – state
Sedangkan menurut Robbins fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :[16]
1.
Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
2.
Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
3.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen
4.
Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
Organisasi berfungsi
dengan berbagai struktur
dan proses yang
saling bergantung. Struktur dan proses-proses organisasi adalah tidak
tetap, atau statik, tetapi lebih merupakan pola-pola hubungan yang berubah
secara kontinyu dalam suatu kegiatan sosial
yang lebih luas. Oleh karena itu, perubahan adalah suatu aspek universal dan kontinual
semua organisasi.[17]
Tabel Fungsi Budaya Organisasi
No
|
Adaptasi
Eksternal
|
Integrasi
Internal
|
1
|
Misi &
strategi. Mengembangkan konsensus mengenai tugas utama, misi inti/fungsi
laten yang diinginkan dari kelompok.
|
Bahasa
bersama dan kategori konsep. Jika para anggota tidak dapat saling
berkomunikasi dan saling memahami, berdasarkan definisi, tidak mungkin ada
kelompok.
|
2
|
Tujuan.
Mengembangkan konsensus tentang tujuan, tujuan ini harus merupakan cerminan
konkret dari misi inti.
|
Batas dan
kriteria kelompok. Untuk memasukkan atau mengeluarkan. Salah satu bidang
budaya yg terpenting adalah siapa yang keluar dan berdasarkan kriteria apa
keanggotaan kelompok ditentukan.
|
3
|
Cara.
Mengembangkan konsensus tentang cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan—misalnya pembagian tenaga kerja, struktur organisasi, sistem imbalan
dan Sebagainya
|
Wewenang
& status. Setiap organisasi harus bekerja dengan susunan kekuasaan,
kriteria, dan aturan tentang bagaimana karyawan mendapatkannya, memelihara
dan kehilangan kekuasaan; konsensus dalam bidang ini penting untuk membantu
karyawan mengendalikan perasaan agresi.
|
4
|
Ukuran.
Mengembangkan konsensus tentang kriteria yang akan digunakan untuk mengukur
seberapa baik kelompok dalam mencapai tujuan dan targetnya misalnya, sistem
informasi dan pengendalian.
|
Keakraban,
persahabatan, & kasih sayang. Setiap organisasi harus bekerja dengan
aturan main tentang hubungan antar-rekan sekerja, hubungan antara karyawan yg
berbeda jenis kelamin, dan cara keterbukaan dan keakraban ditangani dalam
konteks pengaturan tugas-tugas organisasi.
|
5
|
Koreksi.
Mengembangkan konsensus tentang strategistrategi perbaikan/ penanggulangan yg
diperlukan bila kelompok tidak mencapai tujuan.
|
Ganjaran dan
hukuman. Konsesus tentang kriteria alokasi imbalan dan hukuman. Setiap
kelompok harus mengetahui perilaku baik dan jelek yang berpengaruh kepada imbalan
dan hukuman.
|
6
|
|
Ideologi.
Konsensus tentang ideologi dan agama. Setiap organisasi seperti setiap
masyarakat, menghadapi peristiwa yang tidak terjelaskan yang harus diberi
makna sehingga para anggota dapat menanggapi mereka & menghindari
kegelisahan dalam menghadapi hal yang tak terjelaskan dan tak terkendalikan.
|
Mengenai
karakteristik budaya organisasi, riset terbaru menyatakan ada tujuh
karakteristik primer yang mencerminan hakikat budaya suatu organisasi.
1.
Inovasi dan pengambilan resiko.
2.
Perhatian kerincian.
3.
Orientasi hasil.
4.
Orientasi orang.
5.
Orientasi tim.
6.
Keagresifan.
7.
Kemantapan.
Tiap
karakteristik ini berlangsung pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka, dengan
menilai organisasi itu bedasarkan tujuah karakteristik ini, akan diperoleh gambaran
majemuk dari budaya organisasi itu sendiri. Gambaran ini menjadi dasar untuk
pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana
urusan diselesaikan di dalamnya, dan perilaku apa yang seharusnya dilakukan
oleh para anggotanya.[18]
Untuk
memberikan pengertian yang lebih mudah, terdapat 10 (sepuluh) karakteristik
penting, yang dapat dipakai sebagai acuan esensial dalam memahami serta
mengukur keberadaan budaya organisasi tersebut, yaitu:[19]
1.
Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah
tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap
individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu tersebut perlu
dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide
untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.
2.
Toleransi terhadap Tindakan Beresiko
Dalam budaya organisasi perlu ditekankan,
sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan
mengambil resiko. Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat
memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai untuk dapat bertindak agresif
dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko terhadap
apa yang dilakukannya.
3.
Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi
dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan
harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan organisasi.
Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
4.
Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu
organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang
terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong
kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5.
Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para
manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas
terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap pegawai sangat membantu
kelancaran kinerja suatu organisasi.
6.
KontrolAlat kontrol yang dapat dipakai adalah
peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi. Untuk
itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang
dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai dalam suatu
organisasi.
7.
IdentitasIdentitas dimaksudkan sejauh mana para
pegawai dalam suatu organisasi dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu
kesatuan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu. Identitas diri sebagai satu
kesatuan sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran
organisasi.
8.
Sistem ImbalanSistem imbalan dimaksudkan sejauh
mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan
atas prestasi kerja pegawai, bukan senioritas atau pilih kasih.
9.
Toleransi terhadap KonflikSejauh mana para
pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
Perbedaan pendapat atau kritik merupakan fenomena yang sering terjadi namun
bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi
untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
10.
Pola KomunikasiSejauh mana komunikasi dibatasi
oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang- kadang hierarki kewenangan dapat
menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar
karyawan itu sendiri.
Berangkat dari
pendapat tersebut, tersirat
karakteristik budaya yang meliputi:
1.
Mempelajari,
budaya diperlukan dan
diwujudkan dalam belajar observasi dan pengalaman;
2.
Saling
berbagi, individu dalam
kelompok, keluarga dan
masyarakat saling berbagi budaya;
3.
Transgenerasi, merupakan kumulatif dan
melampaui generasi satu ke generasi lain;
4.
Persepsi
pengaruh, membentuk perilaku
dan struktur bagaimana seseorang menilai dunia;
5.
Adaptasi
budaya didasarkan pada
kapasitas seseorang berubah
atau beradaptasi.
Orientasi budaya
suatu masyarakat mencerminkan
interaksi dari lima karakteristik. Individu
suatu masyarakat mengekspresikan budaya
dan karakteristik melalui nilai-nilai
kehidupan dan lingkungan
sekitar. Nilai (kepercayaan yang
berlaku umum yang didefinisikan apa yang benar dan salah atau menspesifikasikan preferensi
umum) sebaliknya mempengaruhi
sikap individu mengenai bentuk
perilaku yang dipertimbangkan lebih
efektif dalam situasi tertentu.[20]
D.
Urgensi Budaya Organisasi bagi Lembaga
Pendidikan
Arti penting
budaya organisasi bagi Lembaga Pendidikan, yaitu:
1.
Budaya dalam suatu organisasi tentu akan
melakukan beberapa fungsi.
2.
Budaya mempunyai suatu peran dalam menetapkan
tapal.
3.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota organisasi.
4.
Budaya mempermudah tibulnya komitmen pada suatu
yang lebih luas daripada kepentingan diri individual sesorang.
5.
Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem
sosial.[21]
1.
Kebudayaan
umum, misalnya kebudayaan Indonesia
2.
Kebudayaan
daerah, misalnya kebudayaan, jawa, bali, sunda, nusa tenggara timur, dan
sebagainya.
3.
Kebudayaan
populer, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua
macam kebudayaan terdahulu, yang termasuk kebudayaan populer misalnya lagu-lagu
populer, model film, dan model-model pakaian, dan sebagain.
Dalam kebudayaan yang disebutkan termasuk kepada organisasi dalam
pendidikan atau suatu sekolah, asal proposinya disesuaikan dengan waktu dan
tempat. Yang jelas kebudayaan umum harus diajarkan pada semuah sekolah,
sementara itu kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal,
jadi berbeda-beda ditiap daerah, sedangkan kebudayaan populer dapat juga diajarkan
proposi yang kecil sebab kebudayaan itu sedang mencuat, tentu disenangi
anak-anak.[22]
Dalam tiap kelompok, keluarga, sekolah masyarakat terdapat
cara-cara berpikir dan berbuat yang diterima dan diharapkan oleh setiap anggota
kelompok atau masyarakat. Pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam suatu
masyarakat disebut kebudayaan.
Kebudayaan meliputi keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
keterampilan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan manusia,
sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan yang terdiri atas buah pikiran, sikap,
nilai-nilai dan kebiasaan individu-individu, dipelajari berkat hidup mereka
dalam lingkungan sosial. Bagi individu yang baru lahir kebudayaan merupakan
bantuan untuk melatihnyahidup efektif didunia ini. Generasi baru tidak perlu
menemukan segala sesuatu dari mulanya akan tetapi dapat belajardari orang-orang
yang disekitarnya. Tiap generasi menyampaikan kebudayaan yang dipelajari dari
generasi tua kepada generasi baru beserta hal-hal barudan perubahan yang
terjadi. Maka karena itu kebudayaan dapat dipandang sebagai kelakuan yang
terdapat pada kebanyakan atau semua dan dipelajari dari sesama anggota
masyarakat.[23]
E.
Membangun dan Membina Budaya Organisasi Pendidikan
Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melaksanakan
pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan
tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Ini membawa kita
kepada sumber utama dari budaya sebuah organisasi yaitu para pendirinya
Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting
dalam pembentukan budaya awal organisasi, karena para pendiri tersebut adalah
orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias
tentang bagaimana ide-ide tersebut harus dipenuhi.
Tahapan-tahapan pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:[24]
1.
seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah
usaha baru
2.
pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan
kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri
3.
kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi,
mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain sebagainya
4.
orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama
dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama
Begitu juga pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian
langkah sosialisasi berikut :[25]
1.
seleksi pegawai yang obyektif
2.
penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan dan
bidangnya (the right man on the place)
3.
perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman
4.
pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai
5.
penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting
6.
cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan
kebanggaan
7.
pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestas
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Budaya organisasi adalah merupakan sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap
organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas
tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut
2.
Organisasi
terbentuk akibat dari peran serta subjek dan objek budaya, dalam arti perlu
campur tangan dari pelaku-pelaku budaya, sehingga terbentuk dan mempunyai
karakteristik budaya sendiri (BO). Struktur Organisasi pendidikan yang pokok
ada dua macam yaitu Sentralisasi dan beberapa bagian masih
diselenggarakan secara Desentraisasi. Struktur Organisasi yang
digunakan dalam pendidikan atau pengajaran di negara Indonesia adalahsistem
Desentralisasi , yang mana semua perarturan struktural maupun hal lain dalam
dunia pendidikan diatur oleh daerah masing-masing yang banyak pengaruh
positifnya bila dibandingkan dengan sistem sentralisasi yang berpusat disuatu
wilayah.
3.
Organisasi berfungsi
dengan berbagai struktur
dan proses yang
saling bergantung. Struktur dan proses-proses organisasi adalah tidak
tetap, atau statik, tetapi lebih merupakan pola-pola hubungan yang berubah
secara kontinyu dalam suatu kegiatan sosial
yang lebih luas.
4.
Organisasi
lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan komplek karena lembaga
pendidikan tersebut merupakan
suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya adalah menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional
yang dapat menerapkan, mengembangkan , memperkaya khazanah ilmu pengetahuan ,
teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannyauntuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
5.
Peran
yang dijalankan dalam rangka mencapi fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. Sebagaimana dinyatakan bahwa : “pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
Syahrizal, Manajemen Perguruan Tinggi, Jakarta : Prenada Media Grup,
2008
Alam, S., “Pengaruh Akuntabilitas Berimbang pada Kualitas
Pendidikan. Suatu Kajian”. Buletin PUSPENDIK, No. 8 – 17 Juli 2006: p.3-6.
Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, 2006
James, .L, Gibson, Manajemen,
(Alih bahasa Zuhad Ichyandin), Erlangga, Jakarta, Ed. IX, 1997
James,
Stonner, A. F, Manajemen Jilid 1.
Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996
Nasution, Mursell, S.J., Mengajar dengan Sukses, Bandung,
Jemars, 1983
Nata,
Abuddin, Manajemen Pendidikan islam, Jakarta : Kencana, 2008
Pabundu, Tika, Budaya
Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2006
Pidarta, Made, Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan
Pendekatan Sistem, 2000, Jakarta ; Rineka Cipta
Reksohadiprodjo, Sukanto
& Handoko, T. Hani, Organisasi Perusahaan; Teori, Struktur dan Perilaku,
Yogyakarta: BPFE, 2008
Soetopo, Hendyat, Perilaku
Organisasi; Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010
Stephen, P.
Robbins, Teori Organisasi (Struktur, Desain dan Aplikasi). Jakarta:
Arcan, 1999
Sulistiyorini, Manajemen
Pendidikan Islam: Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta, Teras, 2009
Taliziduhu, Ndraha, Budaya Pemerintahan dan Dampknaya
Terhadap Pelayanan Masyarakat, Jakarta, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi
Ketiga, 1997
Umar, Nirman, Perilaku Organisasi, CV. Citra Media,
Surabaya, 2004
Usman, Husaini,
Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara,
2006
[1] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan
Riset Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, cet.1, hal. 126
[3]
Alam, S. “Pengaruh
Akuntabilitas Berimbang pada Kualitas Pendidikan. Suatu Kajian”. Buletin
PUSPENDIK, No. 8 – 17 Juli 2006: p.3-6. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan
Depdiknas, 2006, hal. 3
[6] Nirman Umar, Perilaku
Organisasi, CV. Citra Media, Surabaya, 2004, Cet. III, hal. 134
[8] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam:
Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta, Teras, 2009, hal. 178.
[9] P. Robbins, Stephen, Teori Organisasi
(Struktur, Desain dan Aplikasi). Jakarta: Arcan, 1999, hal. 282
[10]
Gibson, James .L, Manajemen,
(Alih bahasa Zuhad Ichyandin), Erlangga, Jakarta, Ed. IX, 1997, hal. 372
[11] Made Pidarta, Perencanaan
Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem, 2000, Jakarta ; Rineka
Cipta, hal. 157
[15]
Ndraha,
Taliziduhu, Budaya Pemerintahan dan Dampknaya Terhadap
Pelayanan Masyarakat, Jakarta, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi Ketiga, 1997,
hal. 21
[17]
Sukanto Reksohadiprodjo & T. Hani Handoko, Organisasi Perusahaan;
Teori, Struktur dan Perilaku, Yogyakarta: BPFE, 2008, hal. 311
[18] http://nadirkiki.blogspot.com/p/budaya-organisasi
-pendidikan-islam.html di unduh
pada tanggal 8 april 2013 jam 18:24.
[19] Tika, Pabundu, Budaya Organisasi dan Peningkatan
Kinerja Perusahaan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006, hal. 10
[20]
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi; Teori dan Praktik di Bidang
Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, hal. 122-123
[22] Made Pidarta, Perencanaan
Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem, hal. 157
[23] Mursell
Nasution S.J., Mengajar dengan Sukses, Bandung, Jemars, 1983, hal. 63
[25]
Nirman Umar, Perilaku
Organisasi, hal. 138
Tidak ada komentar:
Posting Komentar