Selasa, 30 Mei 2017

Makalah Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi

BUDAYA ORGANISASI



Makalah Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi

Dosen :
Dr. Ahmad Zain Sarnoto, M.Pd



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Manusia adalah makhluk multidimensional. Oleh karena itu, banyak julukan yang diberikan kepadanya, misalnya sebagai makhluk ekonomi (homo economicus), makhluk sosial (homo social), makhluk berfikir (homo safien), makhluk bekerja atau bermain (homo luden), makhluk yang suka bersenang-senang (homo hedonism), makhluk yang suka menggunakan lambing-lambang (homo simbolicum), makhluk yang suka menindas makhluk lainnya ( homo hominilupus), makhluk iptek, makhluk imtaq dan makhluk organisasional.[1]
Manusia adalah makhluk organisasi. Oleh karena itu, begitu ia dilahirkan ke dunia, ia menjadi anggota organisasi genitis yang disebut anggota organisasi keluarga. Bahkan, organisasi itu sudah ada sebelum kita dilahirkan karena kelahiran kita juga akibat hasil dari organisasi perkawinan. Di samping itu, begitu manusia lahir ia juga langsung menjadi anggota rukun tetangga, rukun warga, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan warga Negara Indonesia, bahkan menjadi warga dunia.[2]
Ketika usia sekolah, manusia memasuki sekolah dan ia menjadi anggota organisasi sekolah, anggota struktural kelas, pramuka, organisasi sekolah dan intra sekolah. Setelah lulus ia kuliah dan menjadi anggota organisasi di kampusnya. Mungkin pula ia merangkap organisasi keagamaan, militer, politik, ekonomi, atau bisnis, sosial atau masyarakat, budaya, keamanan, militer, olahraga, hobi, profesi, dan sebagainya. Akhirnya, setelah manusia meninggal ia dicatat sebagai anggota organisasi kematian oleh panitia rukun kematian di tingkat RT.
Pada era kompetisi global, program peningkatan kualitas sumberdaya manusia menjadi prioritas utama di hampir semua negara dalam usaha mensejahterakan masyarakat. Kualitas sumberdaya manusia sangat terkait dengan kualitas pendidikan yang merupakan produk dari lembaga pendidikan atau sekolah. Namun, pada kenyataannya menurut Alam (2006), dunia pendidikan kita saat ini dihadapkan berbagai persoalan rumit dan kompleks, di antaranya kualitas kinerja pengelolaan pendidikan ke depan yang masih patut dipertanyakan; rendahnya kualitas akademis hampir pada semua jenjang pendidikan (disebabkan karena masih rendahnya kualitas guru, pengawas, dan kepala sekolah secara merata); rendahnya mutu birokrasi pendidikan pada hampir semua unit dan tingkatan; serta masih terbatasnya dana pendidikan yang dapat digunakan untuk mendorong pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan.[3]
Jadi, manusia sejak dilahirkan sampai kematiannya tidak dapat dipisahkan dari organisasi. Manusia adalah makhluk organisasional karena sejak lahir manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.[4] Manusia juga makhluk yang memiliki akal dan budi. Dua unsur ini yang membedakan manusia dengan hewan, tumbuhan dan makhluk Tuhan lainnya. Akal adalah kemampuan (potensi) yang dimiliki manusia untuk mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang sesuatu yang ada (on being), termasuk dirinya sendiri.[5] Hal itulah yang membuat manusia selalu ingin mengetahui, memahami dan selalu mencari tahu untuk belajar. Manusia belajar untuk diri sendiri dan untuk diajarkan ke manusia yang lainnya dengan berbagai macam cara mencari pendidikan sampai cara menyampaikannya yang diatur dalam organizing yang baik.
Dalam mengorganisasikan pendidikan ada banyak hal yang perlu di perhatikan oleh tenaga pendidik dan administratur (penata usaha) salah satunya adalah struktural organisasi dalam pendidikan.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian budaya organisasi?
2.    Bagaimanakah pembentukan Budaya Organisasi?
4.    Bagaimana urgensi Budaya Organisasi bagi Lembaga Pendidikan?
5.    Bagaimana peran serta organisasi dalam membangun dan membina budaya pendidikan?






BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Budaya Organisasi
Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman (dalam Nimran, 2004) diartikan sebagai falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.[6]
Sedangkan kata organisasi berasal dari bahasa Inggris yaitu organization, yang berarti hal yang mengatur atau menyusun bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain, yang tiap-tiap bagian mempunyai fungsi tersendiri sesuai kapasitasnya.[7]
Sulistyorini mengutip definisi organisasi dari beberapa tokoh, seperti James D. Money, mengatakan organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai satu tujuan bersama, sedangkan menurut Roolp Currier Davis, organisasi adalah sesuatu kelompok orang-orang yang sedang bekerja kearah tujuan bersama di bawah kepemimpinan. Dengan demikian, organisasi dapat dipahami sebagai struktur hubungan antar pribadi.[8]
Menurut Robbins semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya.[9]
Gibson mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut.[10]
Dalam hal tersebut kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.[11]
Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Menurut Mc Namara bahwa dilihat dari sisi input, budaya organisasi mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out-put, berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya. Budaya organisasi sebagai sistem, banyak terdapat dalam organisasi pendidikan.[12]
B.  Pembentukan Budaya Organisasi
Organisasi terbentuk akibat dari peran serta subjek dan objek budaya, dalam arti perlu campur tangan dari pelaku-pelaku budaya, sehingga terbentuk dan mempunyai karakteristik budaya sendiri (BO). BO digunakan sebagai alat organisasi dalam menjalankan visi dan misinya dengan lingkungannya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya ini akn terjadi atau akan muncul Budaya Sebagai Infut (BSI), proses interaksi budaya dan Budaya Sebagai Output (BSO).
Budaya organisasi (organizational culture) jika diaplikasikan pada lingkungan menajemen organisasi, lahirlah konsep budaya manajemen (BM). Lebih spesifik lagi, jika BO diaplikasikan pada lingkungan manajemen organisasi sekolah, maka lahirlah konsep budaya manajemen (BM) sekolah.
Budayaorganisasi terbentuk melalui tahap-tahap sosialisasi secara sistematis sebagai berikut :
1.    Tahap kedatangan
Kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang anggota (civitas) baru bergabung dengan organisasi itu. Mereka datang dengan serangkaian nilai, sikap dan perilaku yang telah dimiliki sebelumnya. Disinalah muncul heteroginitas budaya.Disampingituanggota-anggota baru tersebut mulai belajar mengenal bersama nilai-nilai yang dianut bersama dalam organisasi.
2.    Tahap orientasi
Tahap dalam proses sosialisasi dimana seorang anggota (civitas) baru menaksirkan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Pada tahap ini, sering terjadi konflik antara persepsi semula dengan realitas yang mereka temukan pada organisasi yang baru mereka masuki. Mereka dituntut untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut selama masa orientasi berlangsung.
Dalam tahap orientasi ini peran seorang pemimpin benar-benar penting, yaitu dengan gaya dan perilakunya yang bias menciptakan nilai-nilai, aturan-aturan yang dipahami dan disepakati bersama serta mampu mempengaruhi dan mengatur perilaku individu di dalamnya.
3.    Tahap metamorfosis
Tahap dalam proses sosialisasi di mana seorang anggota (civitas) baru menyesuaikan diri pada norma dan nilai kelompok kerjanya. Mereka sudah bisa menghayati dan menerima norma-norma organisasi dan kelompok kerja mereka. Disinilah suatu organisasi akan menerima hasil dari proses sosialisasi yang berupa produktivitas, komitmen dan perputaran.
Setelah suatu budaya terbentuk, para anggota dan segala praktik-praktik di dalam organisasi tersebut bertindak untuk mempertahankannya dengan memberikan kepada para anggotanya seperangkat pengalaman yang berisi penghargaan (reward) dan hukuman (punishment). Proses seleksi, criteria evaluasi kerja, praktek ganjaran keefektifan dan pengembang karier, dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang dipekerjakan cocok dalam bidang itu, mengimbali mereka yang mendukungnya, dan menghukum (dan bahkan memecat) mereka yang menentangnya. Tiga kekuatan memainkan peranan sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya : praktek seleksi sebagai pintu masuk para anggota baru, tindakan manajemen puncak sebagai pemegang kendali dalam mewujudkan budaya organisasi, dan metode sosialisasi sebagai sarana perwujudan komitmen para anggota, produktivitas kerja anggota dan perputaran kerja (komunitas).[13]
Menurut Schein budaya organisasi memiliki 3(tiga) tingkat yaitu:[14]
  1. Artifak (artifact) adalah hal-hal yang ada bersama untuk menentukan budaya dan mengungkapkan apa sebenarnya budaya itu kepada mereka yang memperhatikan budaya. Artifak termasuk produk, jasa dan bahkan pola tingkah laku dari anggota sebuah organisasi.
  2. Nilai-nilai yang didukung (espoused values) adalah alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu.
  3. Asumsi dasar (basic assumption) adalah keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Budaya menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu di sebuah organisasi seringkali lewat asumsi yang diucapkan.
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha ada beberapa fungsi budaya, yaitu:[15]
1.    Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
2.    Sebagai pengikat suatu masyarakat
3.    Sebagai sumber
4.    Sebagai kekuatan penggerak
5.    Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
6.    Sebagai pola perilaku
7.    Sebagai warisan
8.    Sebagai pengganti formalisasi
9.    Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
10.     Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state
Sedangkan menurut Robbins fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :[16]
1.    Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
2.    Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
3.    Budaya mempermudah timbulnya komitmen
4.    Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
Organisasi  berfungsi  dengan  berbagai  struktur  dan  proses  yang  saling bergantung. Struktur dan proses-proses organisasi adalah tidak tetap, atau statik, tetapi lebih merupakan pola-pola hubungan yang berubah secara kontinyu dalam suatu kegiatan sosial  yang lebih luas. Oleh karena itu, perubahan  adalah suatu aspek universal dan kontinual semua organisasi.[17]
Tabel Fungsi Budaya Organisasi
No
Adaptasi Eksternal
Integrasi Internal
1
Misi & strategi. Mengembangkan konsensus mengenai tugas utama, misi inti/fungsi laten yang diinginkan dari kelompok.
Bahasa bersama dan kategori konsep. Jika para anggota tidak dapat saling berkomunikasi dan saling memahami, berdasarkan definisi, tidak mungkin ada kelompok.
2
Tujuan. Mengembangkan konsensus tentang tujuan, tujuan ini harus merupakan cerminan konkret dari misi inti.

Batas dan kriteria kelompok. Untuk memasukkan atau mengeluarkan. Salah satu bidang budaya yg terpenting adalah siapa yang keluar dan berdasarkan kriteria apa keanggotaan kelompok ditentukan.
3
Cara. Mengembangkan konsensus tentang cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan—misalnya pembagian tenaga kerja, struktur organisasi, sistem imbalan dan Sebagainya
Wewenang & status. Setiap organisasi harus bekerja dengan susunan kekuasaan, kriteria, dan aturan tentang bagaimana karyawan mendapatkannya, memelihara dan kehilangan kekuasaan; konsensus dalam bidang ini penting untuk membantu karyawan mengendalikan perasaan agresi.
4
Ukuran. Mengembangkan konsensus tentang kriteria yang akan digunakan untuk mengukur seberapa baik kelompok dalam mencapai tujuan dan targetnya misalnya, sistem informasi dan pengendalian.

Keakraban, persahabatan, & kasih sayang. Setiap organisasi harus bekerja dengan aturan main tentang hubungan antar-rekan sekerja, hubungan antara karyawan yg berbeda jenis kelamin, dan cara keterbukaan dan keakraban ditangani dalam konteks pengaturan tugas-tugas organisasi.
5
Koreksi. Mengembangkan konsensus tentang strategistrategi perbaikan/ penanggulangan yg diperlukan bila kelompok tidak mencapai tujuan.
Ganjaran dan hukuman. Konsesus tentang kriteria alokasi imbalan dan hukuman. Setiap kelompok harus mengetahui perilaku baik dan jelek yang berpengaruh kepada imbalan dan hukuman.
6

Ideologi. Konsensus tentang ideologi dan agama. Setiap organisasi seperti setiap masyarakat, menghadapi peristiwa yang tidak terjelaskan yang harus diberi makna sehingga para anggota dapat menanggapi mereka & menghindari kegelisahan dalam menghadapi hal yang tak terjelaskan dan tak terkendalikan.
Mengenai karakteristik budaya organisasi, riset terbaru menyatakan ada tujuh karakteristik primer yang mencerminan hakikat budaya suatu organisasi. 
1.    Inovasi dan pengambilan resiko.
2.    Perhatian kerincian.
3.    Orientasi hasil.
4.    Orientasi orang.
5.    Orientasi tim.
6.    Keagresifan.
7.    Kemantapan.
Tiap karakteristik ini berlangsung pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka, dengan menilai organisasi itu bedasarkan tujuah karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu sendiri. Gambaran ini menjadi dasar untuk pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan perilaku apa yang seharusnya dilakukan oleh para anggotanya.[18]
Untuk memberikan pengertian yang lebih mudah, terdapat 10 (sepuluh) karakteristik penting, yang dapat dipakai sebagai acuan esensial dalam memahami serta mengukur keberadaan budaya organisasi tersebut, yaitu:[19]
1.    Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.
2.    Toleransi terhadap Tindakan Beresiko
Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko terhadap apa yang dilakukannya.
3.    Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
4.    Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5.    Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap pegawai sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi.
6.    KontrolAlat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai dalam suatu organisasi.
7.    IdentitasIdentitas dimaksudkan sejauh mana para pegawai dalam suatu organisasi dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
8.    Sistem ImbalanSistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan senioritas atau pilih kasih.
9.    Toleransi terhadap KonflikSejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat atau kritik merupakan fenomena yang sering terjadi namun bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
10.     Pola KomunikasiSejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang- kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
Berangkat  dari  pendapat  tersebut,  tersirat  karakteristik  budaya  yang meliputi:
1.    Mempelajari,  budaya  diperlukan  dan  diwujudkan  dalam  belajar observasi dan pengalaman;
2.    Saling  berbagi,  individu  dalam  kelompok,  keluarga  dan  masyarakat saling berbagi budaya;
3.    Transgenerasi, merupakan kumulatif dan melampaui generasi satu ke generasi lain;
4.    Persepsi  pengaruh,  membentuk  perilaku  dan  struktur  bagaimana seseorang menilai dunia;
5.    Adaptasi  budaya  didasarkan  pada  kapasitas  seseorang  berubah  atau beradaptasi.
Orientasi  budaya  suatu  masyarakat  mencerminkan  interaksi  dari  lima karakteristik.  Individu  suatu  masyarakat  mengekspresikan  budaya  dan karakteristik  melalui  nilai-nilai  kehidupan  dan  lingkungan  sekitar.  Nilai (kepercayaan yang berlaku umum yang didefinisikan apa yang benar dan salah atau  menspesifikasikan  preferensi  umum)  sebaliknya  mempengaruhi  sikap individu  mengenai  bentuk  perilaku  yang  dipertimbangkan  lebih  efektif  dalam situasi tertentu.[20]
D.  Urgensi Budaya Organisasi bagi Lembaga Pendidikan
Arti penting budaya organisasi bagi Lembaga Pendidikan, yaitu:
1.    Budaya dalam suatu organisasi tentu akan melakukan beberapa fungsi.
2.    Budaya mempunyai suatu peran dalam menetapkan tapal.
3.    Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota organisasi.
4.    Budaya mempermudah tibulnya komitmen pada suatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual sesorang.
5.    Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.[21]
Kebudayaan (kultur) dapat dikelompokan menjadi tiga macam yaitu sebagai berikut:
1.    Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan Indonesia
2.    Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan, jawa, bali, sunda, nusa tenggara timur, dan sebagainya.
3.    Kebudayaan populer, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu, yang termasuk kebudayaan populer misalnya lagu-lagu populer, model film, dan model-model pakaian, dan sebagain.
Dalam kebudayaan yang disebutkan termasuk kepada organisasi dalam pendidikan atau suatu sekolah, asal proposinya disesuaikan dengan waktu dan tempat. Yang jelas kebudayaan umum harus diajarkan pada semuah sekolah, sementara itu kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal, jadi berbeda-beda ditiap daerah, sedangkan kebudayaan populer dapat juga diajarkan proposi yang kecil sebab kebudayaan itu sedang mencuat, tentu disenangi anak-anak.[22]
Dalam tiap kelompok, keluarga, sekolah masyarakat terdapat cara-cara berpikir dan berbuat yang diterima dan diharapkan oleh setiap anggota kelompok atau masyarakat. Pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam suatu masyarakat disebut kebudayaan.
Kebudayaan meliputi keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan manusia, sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan yang terdiri atas buah pikiran, sikap, nilai-nilai dan kebiasaan individu-individu, dipelajari berkat hidup mereka dalam lingkungan sosial. Bagi individu yang baru lahir kebudayaan merupakan bantuan untuk melatihnyahidup efektif didunia ini. Generasi baru tidak perlu menemukan segala sesuatu dari mulanya akan tetapi dapat belajardari orang-orang yang disekitarnya. Tiap generasi menyampaikan kebudayaan yang dipelajari dari generasi tua kepada generasi baru beserta hal-hal barudan perubahan yang terjadi. Maka karena itu kebudayaan dapat dipandang sebagai kelakuan yang terdapat pada kebanyakan atau semua dan dipelajari dari sesama anggota masyarakat.[23]
E.   Membangun dan Membina Budaya Organisasi Pendidikan
Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melaksanakan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Ini membawa kita kepada sumber utama dari budaya sebuah organisasi yaitu para pendirinya
Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting dalam pembentukan budaya awal organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut harus dipenuhi.
Tahapan-tahapan pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut:[24]
1.    seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru
2.    pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri
3.    kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain sebagainya
4.    orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama
Begitu juga pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi berikut :[25]
1.    seleksi pegawai yang obyektif
2.    penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan dan bidangnya (the right man on the place)
3.    perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman
4.    pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai
5.    penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting
6.    cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan
7.    pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestas




BAB III
KESIMPULAN


Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Budaya organisasi adalah merupakan sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut
2.    Organisasi terbentuk akibat dari peran serta subjek dan objek budaya, dalam arti perlu campur tangan dari pelaku-pelaku budaya, sehingga terbentuk dan mempunyai karakteristik budaya sendiri (BO). Struktur Organisasi pendidikan yang pokok ada dua macam yaitu Sentralisasi dan beberapa bagian masih diselenggarakan secara Desentraisasi. Struktur Organisasi yang digunakan dalam pendidikan atau pengajaran di negara Indonesia adalahsistem Desentralisasi , yang mana semua perarturan struktural maupun hal lain dalam dunia pendidikan diatur oleh daerah masing-masing yang banyak pengaruh positifnya bila dibandingkan dengan sistem sentralisasi yang berpusat disuatu wilayah.
3.    Organisasi  berfungsi  dengan  berbagai  struktur  dan  proses  yang  saling bergantung. Struktur dan proses-proses organisasi adalah tidak tetap, atau statik, tetapi lebih merupakan pola-pola hubungan yang berubah secara kontinyu dalam suatu kegiatan sosial  yang lebih luas.
4.    Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan komplek karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan , memperkaya khazanah ilmu pengetahuan , teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannyauntuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
5.    Peran yang dijalankan dalam rangka mencapi fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana dinyatakan bahwa : “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.






DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Syahrizal, Manajemen Perguruan Tinggi, Jakarta : Prenada Media Grup, 2008
Alam, S., “Pengaruh Akuntabilitas Berimbang pada Kualitas Pendidikan. Suatu Kajian”. Buletin PUSPENDIK, No. 8 – 17 Juli 2006: p.3-6. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, 2006
James, .L, Gibson, Manajemen, (Alih bahasa Zuhad Ichyandin), Erlangga, Jakarta, Ed. IX, 1997
James, Stonner,  A. F, Manajemen Jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996
Nasution, Mursell, S.J., Mengajar dengan Sukses, Bandung, Jemars, 1983
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan islam,  Jakarta : Kencana, 2008
Pabundu, Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006
Pidarta, Made, Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem, 2000, Jakarta ; Rineka Cipta
Reksohadiprodjo, Sukanto & Handoko, T. Hani, Organisasi Perusahaan; Teori, Struktur dan Perilaku, Yogyakarta: BPFE, 2008
Soetopo, Hendyat, Perilaku Organisasi; Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010
Stephen, P. Robbins, Teori Organisasi (Struktur, Desain dan Aplikasi). Jakarta: Arcan, 1999
Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta, Teras, 2009
Taliziduhu, Ndraha, Budaya Pemerintahan dan Dampknaya Terhadap Pelayanan Masyarakat, Jakarta, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi Ketiga, 1997
Umar, Nirman, Perilaku Organisasi, CV. Citra Media, Surabaya, 2004
Usman, Husaini, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2006


[1] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, cet.1, hal. 126
[2] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, hal. 126
[3] Alam, S. “Pengaruh Akuntabilitas Berimbang pada Kualitas Pendidikan. Suatu Kajian”. Buletin PUSPENDIK, No. 8 – 17 Juli 2006: p.3-6. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, 2006, hal. 3
[4] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, hal. 126
[5] Syahrizal Abbas, Manajemen Perguruan Tinggi, Jakarta, Prenada Media Grup, 2008, cet.1, hal. 5
[6] Nirman Umar, Perilaku Organisasi, CV. Citra Media, Surabaya, 2004, Cet. III, hal. 134
[7] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan islam, Jakarta : Kencana, 2008, h. 263.
[8] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta, Teras, 2009, hal. 178.
[9] P. Robbins, Stephen, Teori Organisasi (Struktur, Desain dan Aplikasi). Jakarta: Arcan, 1999, hal. 282
[10] Gibson, James .L, Manajemen, (Alih bahasa Zuhad Ichyandin), Erlangga, Jakarta, Ed. IX, 1997, hal. 372
[11] Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem, 2000, Jakarta ; Rineka Cipta, hal. 157
[12] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam: konsep, Strategi, dan Aplikasi, hal. 178.
[13] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam: konsep, Strategi, dan Aplikasi, hal. 184-186
[14] Stonner, James A. F, Manajemen Jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996, hal. 183
[15] Ndraha, Taliziduhu, Budaya Pemerintahan dan Dampknaya Terhadap Pelayanan Masyarakat, Jakarta, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi Ketiga, 1997, hal. 21
[16] P. Robbins, Stephen, Teori Organisasi (Struktur, Desain dan Aplikasi), hal. 294
[17] Sukanto Reksohadiprodjo & T. Hani Handoko, Organisasi Perusahaan; Teori, Struktur dan Perilaku, Yogyakarta: BPFE, 2008, hal. 311
[19] Tika, Pabundu, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006, hal. 10
[20] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi; Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, hal. 122-123
[21] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam: konsep, Strategi, dan Aplikasi, hal. 181-182
[22] Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem, hal. 157
[23] Mursell Nasution S.J., Mengajar dengan Sukses, Bandung, Jemars, 1983, hal. 63
[24] Nirman Umar, Perilaku Organisasi, hal. 137
[25] Nirman Umar, Perilaku Organisasi, hal. 138

Tidak ada komentar:

Posting Komentar